FIRASAT
Ketika kita ingin merasa
lapar, itu tandanya kita ingin makan. Lapar menuju makan itu merupakan salah
satu contoh kecil dari firasat yang sangat sering kita alami, yaitu firasat
ingin makan. Tetapi ada firasat yang memang diberi oleh Allah SWT, karena ia
sering melatihnya sehingga ia memiliki firasat yang sangat luar biasa. Salah satu
contoh yang sekaligus menjadi panutan kita adalah Rasulullah SAW. Akan tetapi
tingkatannnya diatas firasat, yaitu ”nur
illahi”. Ketika ada sahabat yang berkunjung dan mengetuk pintu rumahnya,
beliau sudah tahu apa yang akan ditanyakan oleh sahabat tersebut kepadanya
meskipun sahabatnya belum bercerita.
Setelah Rasulullah SAW,
yang kedua adalah para sahabat. Sahabat yang terkenal memiliki ketajaman
firasat adalah Khulafaur Rasyidin, yaitu Umar bin Khatab. Diriwayatkan,
suatu ketika Umar melihat seorang dusun turun dari gunung. Kepada sahabat-sahabatnya
Umar mengatakan, “Orang ini sedang dilanda kesedihan karena kematian anaknya
dan sudah menyiapkan rangkaian syair untuk duka cita nya, seandainya berkenan
dia akan menyenandungkan syair duka citanya pada kita.”
Akhirnya Umar dan orang
dusun tersebut terlibat dalam pembicaraan, “Maukah engkau menyenandungkan
ratapan duka citamu?” tiba-tiba Umar mengeluarkan permohonan yang tidak diduga
oleh orang tersebut. “Darimana engkau mengetahuinya wahai amirul mukminin, demi
Allah aku belum mengeluarkan sepatah kata pun kecuali kepada diriku sendiri”, namun
dipenuhinya juga permohonan Umar.
Dari kalangan tabi’in, ada
Imam Syafi’i terkenal dengan firasatnya yang sangat tajam. Suatu ketika Imam
Syafi’i sedang berjalan bersama sahabatnya yang bernama Muhammad bin Hasan. Kemudian
ada seorang pemuda yang lewat. Imam Syafi’i mengajak sahabatnya untuk melatih
firasat dengan menebak apa pekerjaan dari pemuda tersebut. Muhammad Husen
berkata, “ Orang itu kerjanya pasti pande besi.” Tetapi Imam Syafi’i mengatakan
tidak. Ia mengatakan bahwa pemuda itu adalah tukang kayu. Kemudian untuk
memastikan pekerjaan pemuda tersebut, mereka bertanya langsung kepada si pemuda.
“Wahai pemuda, apakah
pekerjaanmu?”, kata Imam Syafi’i. Pemuda itu menjawab, “Duluu saya seorang
pande besi, tetapi sudah berhenti. Sekarang saya menjadi tukang kayu.” Kedua firasat
ulama itu benar, tetapi yang paling benar adalah Imam Syafi’i. Sekarang pemuda
itu adalah seorang tukang kayu. MasyaAllah.
Firasat sering diidentikkan
sebagai suatu tanda-tanda yang akan terjadi. Sesuatu yang akan terjadi tersebut
dapat berupa firasat buruk tetapi dapat juga firasat baik. Firasat buruk
biasanya ditandai dengan perasaan yang gelisah atau tidak tenang. Misalnya ada
anggota keluarga yang akan mengalami kecelakaan atau bahkan meninggal.
Sedangkan firasat baik biasanya tanda kedutan. Kedutan ditandai dengan adanya salah
satu atau lebih bagian tubuh tertentu bergerak (berkedut-kedut) sendiri.
Kedutan tidak bisa kita kendalikan. Contoh kedutan sebagai firasat yang baik
adalah kedutan pada biji mata kiri yang artinya akan bersuka hati. Namun
demikian, kedutan juga dapat menjadi firasat buruk. Misalnya kedutan pada biji
mata kanan, artinya akan besedih hati.
Seiring dengan
perkembangan zaman, firasat tidak hanya menrupakan tanda-tanda akan terjadinya
sesuatu hal yang baik atau buruk, tetapi lebih luas lagi. Hal ini sesuai dengan
pengertian firasat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang tidak hanya satu
tetapi ada empat. Pertama, firasat
adalah keadaan yang dirasakan (diketahui) akan terjadi sesudah melihat gelagat.
Maksud dari pengertian ini sama seperti pemahaman firasat menurut kebanyakaan
orang pahami. Misalnya kita melihat gelagat orang yang sering menguap, maka
firasat kita mengatakan bahwa orang itu sedang mengantuk.
Kedua,
firasat
adalah kecakapan mengetahui (meramalkan) sesuatu dengan melihat keadaan (muka
dan sebagainya). Pengertian ini dapat kita identikkan pada orang yang memiliki
pengetahuan lebih untuk mendeskripsikan mimik atau gerak tubuh orang lain. Misalnya
jika seseorang sedang berbohong, ia dapat membaca gerak gerik tubuhnya atau
bicaranya yang gagap. Orang ini sering juga disebut sebagai paranormal.
Ketiga,
firasat
adalah pengetahuan tentang tanda-tanda pada badan (tangan dan sebagainya) untuk
mengetahui tabiat (untung malang dan sebagainya) orang. Pengertian ini sering
diidentikkan dengan kondisi tubuh. Misal ketika telapak kiri kita pukul,
kemudian setelah itu segera menggenggam. Lalu di atas pergelangan tangan atau
pangkal dari jari kelingking kita tekan maka akan muncul benjolan-benjolan
kecil. Biasanya ada beberapa benjolan yang keluar dan ada yang kecil atau
besar. Jika yang keluar 1 benjolan , maka ia akan memiliki anak 1, keluar benjolan
2 maka ia akan memilik 2 anak nantinya, dan seterusnya.
Keempat,
keadaan
muka (mata, bibir, dan sebagainya) yang dihubung-hubungkan dengan tabiat
orangnya (untuk mengetahui tabiat orang). Pengertian firasat yang keempat ini
ampir sama dengan pengertian firasat yang ketiga. Perbedannya, kalau pengertian
firasat yang ketiga merupakan tanda-tanda untuk meramalkan sesuatu yang akan
terjadi dari tanda-tanda badan, sedangkan pengertian yang keempat merupakan
yang tanda-tanda pada muka yang digunakan untuk mengetahui karakteristik seseorang
(saat ini).
Misalnya seseorang
memiliki dahi lebar, maka ia diidentikkan sebagai orang yang memiliki
kecerdasan tinggi. Selain itu bisa juga seseorang dilihat dari bibirnya. Orang
yang memiliki bibir tipis biasanya diidentikkan dengan orang yang banyak bicara
(cerewet). Sedangkan orang yang memiliki bibir tebal biasanya pendiam.
Firasat antara orang
yang satu dengan orang yang lain memiliki kualitas yang berbeda-beda. Artinya
ada orang yang firasatnya selalu benar dan ada juga orang yang memiliki firasat
terkadang kurang tepat. Dalam islam, firasat orang yang memiliki keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT yang lebih tinggi biasanya hampir semua firasatnya
benar. Hal ini sesuai dengan hadits berikut.
اتقوا فراسة المؤمن ، فإنه ينظر بنور
الله
“Hati- hatilah dengan
firasat orang yang beriman, karena dia melihat dengan cahaya Allah. “ HR
Tirmidzi (hadits 3127).
Meskipun sanad ini
lemah, tetapi banyak orang meyakininya. Jika kita kaji dengan teliti, firasat terdapat
di dalam ajaran Islam. Dalilnya, selain hadits di atas, adalah beberapa ayat Al
Qur’an yang menyentuh masalah firasat tersebut, di antaranya adalah firman
Allah:
إن في ذلك لآيات للمتوسمين
“Sesungguhnya pada peristiwa itu terdapat
tanda-tanda bagi orang–orang yang “Al Mutawassimin“ (QS Al Hijr: 75). Al
Mutawassimin dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang berfirasat.
Selain ayat di atas,
terdapat lagi ayat yang menjelaskan tentang firasat, yaitu Q.S. Muhammad ayat
30.
ولو نشاء لأريناكهم
فلعرفتهم بسيماهم
“Sekiranya Kami kehendaki, niscaya Kami
tunjukkan mereka kepadamu, sehingga kamu benar-benar mengetahui mereka dengan
tanda- tandanya.“ (Q.S. Muhammad: 30).
Seiring dengan semakin
pesatnya perkembangan zaman, orang juga dapat melatih dirinya agar memiliki
firasat yang tajam. Misalnya dengan membuat perut lapar, tidak tidur malam, dan
menyendiri. Firasat ini bisa didapatkan orang mukmin maupun kafir, tidak
menunjukan pada iman. Banyak orang bodoh yang terkecoh dengan firasat ini,
karena banyak pendeta yang memiliki kejadian-kejadian yang menakjubkan. Ini
merupakan firasat yang tidak mengungkap kebenaran yang bermanfaat dan tidak
dengan cara yang lurus. Naudzubillahi min
dzalik. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang demikian.
Firasat dapat pula
datang dalam bentuk mimpi. Banyak orang mengatakan bahwa mimpi adalah bunga
tidur. Mimpi ini biasanya terjadi saat tidur siang. Tidak ada arti tertentu
pada mimpi ini melainkan hanya rekaman peristiwa, perasaan atau pikiran yang
masih terngiang di memori kita. Mimpi yang lainnya merupakan pertanda yang
biasanya muncul ketika dini hari yaitu pukul 02.00-04.00. Biasanya ada
kemiripan antara mimpi yang terjadi dengan kejadian yang mengikutinya.
Mimpi yang merupakan
firasat ada yang baik dan ada yang buruk. Contoh yang baik misalnya mimpi
menimang bayi. Biasanya setelah mengalami mimpi ini akan mendapatkan rezeki
yang tak terduga. Sedangkan contoh firasat yang buruk adalah mimpi bertemu
laba-laba atau serangga yang menjijikkan. Mimpi tersebut artinya pertanda kita
sedang menjadi bahan pembicaraan yang negatif atau bahan olok-olok. Namun demikian,
perlu kita ketahui bahwa antara firasat orang yang satu dengan orang yang lain
belum tentu sama. Kita sendiri yang dapat menilai firasat yang hadir dari mimpi
tersebut.
Sebagai manusia, kita
tidak mungkin bisa lepas dari yang namanya firasat atau pertanda, baik itu pertanda
baik ataupun buruk. Namun demikian, yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi
firasat itu dengan bijak. Artinya, kita jangan mutlak percaya dengan firasat
itu tetapi juga jangan diabaikan begitu saja. Tempatkan firasat itu pada porsi
yang sewajarnya. Selain itu kita juga harus percaya kepada Allah SWT bahwa
apapun yang akan terjadi di dunia ini merupakan suatu kehendak-Nya dan yakin
bahwa itu adalah ketetapan yang terbaik. Sehingga bersyukur dengan apa yang
sudah kita miliki dan senantiasa mempersiapkan atas apa yang akan terjadi adalah
cara terbaik untuk menyikapi firasat tersebut. Dan semoga kita semua termasuk
orang-orang yang selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Allahuma aamiin.
Referensi:
Herusatoto, Budiono.2008. Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak. Yogyakarta: LkiS Pelangi
Aksara Yogyakarta.