Rabu, 13 Desember 2017

REFLEKSI PERKULIAHAN FILSAFAT ILMU - Sedekah dalam Perspektif Filsafat, Psikologi, dan Spiritual



Refleksi Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Pertemuan Kelima Tanggal 31 Oktober 2017

Nurika Miftahuljannah
PPs Pendidikan Matematika Kelas C
17709251060

Assalamu’alaikum wr. wb.
Sebelum menulis refleksi perkuliahan Filsafat ini, saya ingin mengucapkan selamat kepada Prof. Marsigit, M.A. yang telah mendapatkan amanah baru yaitu sebagai Direktur Pascasarjana UNY. Semoga Prof. dapat menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, saya juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya karena telah memberikan kesempatan bagi saya untuk bertanya. Dalam kesempatan kali ini saya mengajukan pertanyaan sebagai berikut.
-          Bagaimana cara kita menjelaskan kepada siswa mengenai konsep sedekah di dalam matematika? Konsep matematika pada hakikatnya apabila kita melakukan pengurangan maka hasilnya akan semakin berkurang atau habis. Akan tetapi, dalam konsep sedekah, semakin kita banyak memberi mengurangi maka justru akan semakin bertambah.
Prof. Marsigit, M.A. kemudian memberikan penjelasan sebagai berikut.
Dalam filsafat, terdapat ilmu intensi dan ekstensi. Menurut Prof. Marsigit, sedekah termasuk dalam ekstensi. Apabila ingin meneliti sedekah, maka bisa mulai dari unsur material, formal, normatif, dan spiritual. Secara material, sesuatu yang kita sedekahkan dapat berupa benda. Secara formal misalnya ketika kita bersedekah kemudian kita mengabadikan momen itu dengan mengambil foto agar oleh orang lain bisa melihatnya dan menjadi bukti formal. Secara normatif, ada di pikiran. Apakah sedekah semata-mata hanya berwujud benda? Apakah ilmu juga bisa disedekahkan?
Saya menambahkan bahwa yang disedekahkan berupa materi agar dapat lebih mudah untuk memaknai sedekah. Sedekah adalah memberikan sesuatu benda. Maka secara spiritual, sebagian kecil pikiran kita pada akhirnya adalah kuasa Tuhan. Jadi ada hukum sebab akibat, di mana pikiran manusia terbatas tidak mengetahuinya. Hal itu merupakan bagian proses dari infinite regress karena banyak hukum alam yang tidak diketahui oleh manusia. Manusia hanya mengerti sebagian kecil saja. Jika kita mengerti semuanya maka kita tidak akan bisa hidup. Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan ini apabila diabstraksi yaitu sebagian dipikirkan dan selebihnya merupakan kuasa Tuhan.
Kemudian dari filsafat diturunkan ke psikologi, sedekah merupakan gejala jiwa atau gejala fenomena alam. Psikologi orang yang berbuat baik juga akan dibalas dengan kebaikan. Hukumnya bukan hukum matematika, bukan kebaikan A dibalas dengan kebaikan B, melainkan hukum hermeneutika atau bersilaturahim (berputar-putar). Kita sendiri terkadang tidak menyadari bahwa kita sedang berhermeneutika. Sebagian bisa kita perkirakan dan sebagian lagi tidak dapat kita perkirakan. Sehingga jika diibaratkan, kita hidup bagaikan sebuah mesin. Tuhan menciptakan alam semesta ini merupakan suatu mesin yang terstruktur. Struktur yang bergerak menembus ruang dan waktu. Tidak hanya manusia, bahkan batu pun juga menembus ruang dan waktu karena batu adalah mesin.
Batu yang diproduksi dapat menjadi pasir, bisa menjadi batu yang lebih besar, bisa menjadi bangunan, atau yang lainnya bergantung tujuannya. Selain itu batu juga bisa tenggelam ke dalam tanah dan terbawa arus hingga ke laut dan seterusnya. Maka dalam filsafat, sedekah adalah memasukkan unsur ke dalam satu mesin produksi sedekah dengan pikiran positif yang disertai doa, keikhlasan, dan sebagainya (saling memantulkan dan menterjemahkan) kemudian di refleksi (refleksi dari bayangan dan sebagainya) maka kita lebih banyak tidak paham dengan hukum-hukum pada kuasa Tuhan. Kenapa? Sebenarnya kita hanya memahami sedikit dari alam semesta ini. Alam semesta yang dimaksud adalah alam semesta secara keseluruhan yang arah pergerakannya tidak ada yang mengetahui karena terlalu besar.
Dengan demikian, ketika bumi berputar pada porosnya (berotasi), tetapi juga bergerak mengelilingi matahari (berevolusi). Bumi berotasi setiap 24 jam sekali hingga sampai porosnya saat pagi, siang, sore, malam, dan seterusnya. Akan tetapi, selama 12 bulan kembali pada posisi awal. Sementara itu yang diputari juga berputar (galaksi) dan yang lain juga berputar lagi tanpa ada yang mengerti. Perputaran tersebut tidak pernah sampai pada suatu tempat yang berbeda setiap saat.
Hal tersebut ibarat seperti seekor semut yang naik di kereta api. Semut tersebut tidak sadar apakah sudah sampai di Cirebon atau sampai di tempat yang lainnya. Maka unsur sedekah ini memiliki komponen spiritual yang bergantung pada komponen normatifnya (ilmunya seperti apa, formalnya seperti apa, dan juga apa materinya yang disedekahkan).
“Tiadalah dua hal tidak saling berhubungan, pasti ada hubungannya, minimal hubungannya dipikirkan. Kita juga tidak mengerti pengaruh-pengaruh tersebut.”
            Karena masih penasaran dengan konsep matematika sedekah, saya mencoba mencari sumber referensi lainnya mengenai matematika sedekah. Secara spiritual, sedekah ternyata bukan saja sebagai sebuah ritual ibadah, namun ternyata sedekah juga bisa menjadi jalan bagi setiap permasalahan yang kita alami, mulai dari sakit, ujian, kesedihan, bahkan kesulitan ekonomi.
            Konsep sedekah dalam matematika ternyata dapat diuraikan menjadi 3 poin berdasarkan surah pada Al-Qur’an., yaitu sebagai berikut:
1.      Memberi 1 dibalas 10 – QS. Al-An’aam : 160
Misalnya kita memiliki uang Rp. 100.000,-. Apabila kita menyedekahkan sebagian dari uang tersebut maka perhitungan matematika normal adalah sebagai berikut:
100.000 – 10.000 = 90.000
Akan tetapi dengan konsep sedekah, perhitungan matematikanya menjadi:
100.000 – 10.000   = 190.000
100.000 – 30.000   = 370.000
100.000 – 50.000   = 550.000
100.000 – 70.000   = 730.000
100.000 – 90.000   = 910.000
100.000 – 100.000 = 1.000.000
Kenapa bisa seperti ini? Ya memang bisa, karena tiap-tiap uang yang kita sedekahkan akan dibalas 10x lipat dari nominal yang kita sedekahkan. Sehingga uang kita menjadi 10x lipat dari nominal yang kita sedekahkan ditamabah sisa dari uang yang kita sedekahkan.
2.      Memberi 1 dibalas 700 – QS. Al-An’aam : 160
Misalnya kita memiliki Rp. 100.000,-. Bila kita menyedekahkan sebagian dari uang tersebut maka perhitungan dengan konsep matematika sedekah sebagai berikut:
100.000 – 10.000 = 90.000
Akan tetapi dengan konsep sedekah, perhitungan matematikanya menjadi:
100.000 – 10.000   = 7.090.000
100.000 – 30.000   = 21.070.000
100.000 – 50.000   = 35.050.000
100.000 – 70.000   = 49.030.000
100.000 – 90.000   = 63.010.000
100.000 – 100.000 = 70.000.000
Sunggu luar biasa. Perhitungan di atas bukan asal menghitung, akan tetapi Allah telah berjanji melalui firman-firmanNya.
3.      Memberi 1 dibalas Infinity (Tak Terhingga) – QS. Al Faathir : 13
Allah SWT pemilik jagad raya ini, Allah Maha Kuasa, Allah Raja segala raja, dan Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Semua yang Allah kehendaki pasti terjadi, “Kun Fayakun”, “Jadilah maka jadilah”. Allah saja sanggup menundukkan siang menjadi malam, mengubah malam menjadi siang, menghidup dan mematikan seseorang, apalagi jika hanya untuk menyembuhkan penyakit, melunaskan hutang, meyelesaikan masalah, itu merupakan hal yang sangat kecil bagi Alloh SWT.

MasyaAllah, semoga dengan refleksi ini kita semua menjadi tidak ragu lagi untuk bersedekah. Asal kita senantiasa mau melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, Allah pasti akan memberi jalan keluar atas kesulitan-kesulitan yang sedang kita hadapi. Semoga AllAh SWT memberi kemudahan kita semua untuk selalu berbuat baik dimanapun tempat dan kondisi kita berada. Aamiin.

Wassalamu’alaikum wr. wb.


Selasa, 12 Desember 2017

MAKNA SKS (Satuan Kredit Semester)



Makna SKS (Satuan Kredit Semester)
          
  SKS adalah singkatan dari Satuan Kredit Semester. SKS sendiri adalah satuan “bobot” studi di setiap mata kuliah. Setiap mata kuliah memiliki jumlah SKS yang berbeda-beda. Satu mata kuliah biasanya “berbobot” 2-3 SKS. Bagi mahasiswa, SKS pasti bukan suatu hal yang asing lagi. Namun demikian, tidak semua mahasiswa memahami arti atau makna SKS tersebut. Pada kesempatan ini saya akan menjelaskan makna SKS berdasarkan penjelasan di kelas saat perkuliahan Psikologi Belajar Matematika tanggal 7 Oktober 2017 oleh Dr. Endah Retnowati, Ph. D. Berikut adalah penjelasan beliau.
1 SKS  = 3 x 50 menit = 150 menit
Sehingga apabila 1 mata kuliah memiliki beban 2 SKS artinya:
2 x 50 menit    = 100 menit     : digunakan untuk pertemuan tatap muka di kelas, diskusi, dll.
2 x 50 menit    = 100 menit     : kerja terstruktur (membaca bahan perkuliahan, mengerjakan tugas).
2 x 50 menit    = 100 menit     : belajar mandiri (eksplorasi kemampuan diri sendiri).
2 SKS berarti: 2 x 150 menit = 300 menit = 5 jam
Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam satu minggu, mata kuliah 2 SKS memiliki waktu belajar sebanyak 5 jam.
Dengan demikian, apabila dalam satu semester ada 12 SKS maka banyaknya waktu untuk belajar: 12 x 150 menit = 1800 menit = 30 jam.
Satu minggu memiliki 5 hari kerja, maka dalam satu hari diharapkan dapat belajar selama 6 jam per hari yang diluar jam makan, sosialisasi, kerja, dll. Dengan kata lain jika belajar mulai pukul 7 pagi maka selesainya pukul 5 sore. Sehingga harus kuliah dan tidak hanya masuk di dalam kelas, tatapi juga harus bisa membedakan mana yang belajar dan mana yang sosialisasi. Istilah lainnya adalah work hard atau play hard. Apabila jam belajar kita terkadang diabaikan atau kita gunakan untuk kegiatan selain belajar maka konsekuensinya harus mengganti jam belajar lain untuk belajar.

Referensi
https://www.youthmanual.com/post/dunia-kuliah/jurusan-dan-perkuliahan/sks-dan-krs-itu-apa-sih
Rekaman perkuliahan Psikologi Belajar Matematika S2 yang diampu oleh Ibu Endah Retnowati, Ph. D.

LoA (Law of Attraction)

  LoA ( Law of Attraction )   Law of Attraction adalah hukum tarik menarik. Kita menarik sesuatu yang menurut kita sesuai dengan diri k...