CUPU MANIK ASTAGINA
Refleksi Mata Kuliah
Filsafat Ilmu
Pertemuan Kedua
Tanggal 26 September 2017
Refleksi ini merupakan lanjutan
dari refleksi perkuliahan Filsafat Ilmu pada pertemuan kedua. Pertemuan kedua
ini saya bagi menjadi dua refleksi karena jika dijadikan satu akan sangat
padat. Selain itu pada pertemuan kedua ini juga memiliki dua pokok pembahasan.
Refleksi ini saya mulai dari
pertanyaan Mirza, yaitu : “Apa yang menyebabkan karakteristik kaum islam mulai
luntur?”.
Jawaban Prof. Marsigit, M.A. adalah
sebagai berikut.
Pada tahun 1857, Auguste Compte
memiliki pemikiran yang bertentangan dengan agama. Menurutnya, untuk membangun
dunia agama tidak dapat digunakan karena tidak logis dan maknanya tersembunyi.
Sabagai contoh seorang guru berbicara dengan anak didiknya. “Anak-anak coba
minta permen kepada Bu Guru!”. Kemudian anak-anak berkata, “Minta permen Bu
Guru!”. Guru kemudian memberikan permen dan anak-anak mendapatkan permen.
Kemudian guru meminta permen lagi kepada Tuhan. “Minta permen Ya Tuhan!”, akan
tetapi Tuhan tidak memberikan permen. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa Tuhan
itu tidak ada.
Sebelum melanjutkan menjawab
pertanyaan, Profesor mengingatkan bahwa sebelum belajar filsafat sebaiknya
berdoa terlebih dahulu, dikuatkan sholatnya, imannya, ditambah do’anya agar
jangan sampai terkena erosi.
Dilihat dari sejarahnya,
perkembangan duania kontemporer saat ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran
Auguste Compte. Akan tetapi, secara filsafat memiliki makna secara tersembunyi.
Hal tersebut dianalogikan dengan cerita seorang Pendeta, Resi Gutawa, dan
istri. Resi gutawa adalah resi yang memiliki ilmu sangat tinggi. Dia memiliki
istri yang sangat cantik. Karena kecantikannya, para pun mengaguminya. Ada
seorang dewa yang tertarik dengan istri Resi Gutawa. Dewa tersebut kemudian
memberikan Cupu Manik Astagina (kalau
jaman sekarang merk Samsung) kepada istri Resi Gutawa yang bernama Dewi
Windarti. Dewi Windarti memiliki tiga anak yang bernama Guwarso, Guwarsi, dan
Anjani. Mereka semua tampan-tampan dan cantik.
Singkat cerita, terjadi
perselingkuhan antara Dewi Windarti dan sang dewa. Bentuk perselingkuhan
tersebut diwujudkan dalam bentuk Cupu
Manik Astagina tersebut. Setelah diberi cupu
tersebut, Dewi Windarti kemudian tercurahkan seluruh pikiran dan perasaannya
kepada san dewa sehingga lupa semuanya, kewajiban, anak, suami, dan sebagainya.
Ketika resi bertanya kepada istri mengenai cupu
manik tersebut, istrinya tidak bisa menjawab. Hal tersebut bagaikan orang
yang menyukai sesuatu, tetapi tidak tahu alasan mengapa orang tersebut
menyukainya. Akhirnya Resi marah kemudian membuang cupu manik yang sakti itu ke danau. Anak-anaknya yang melihat
kejadian tersebut kemudian lari memperebutkan cupu tersebut dengan masuk ke danau untuk mencarinya. Tak lama
kemudian anak-anak itu berubah menjadi monyet karena kesaktian cupu manik tersebut. Sedangkan istrinya disabda menjadi
patung karena saat ditanya hanya diam saja.
Kisah tersebut menggambarkan
keadaan saat ini. Ketiga anaknya yang telah menjadi monyet namanya kemudian berubah
menjadi Sugriwa Subali (sejarah perwayangan). Dewi Windarti yang menjadi patung
akan berubah menjadi manusia kembali setelah pertempuran antara Rama Wijaya
dengan Rahwana yaitu setelah menunggu perubahan zaman.
Artinya, teknologi (Cupu Manik Astagina yang sekarang merk
Samsung) sudah berhasil membuat orang di seluruh dunia menjadi patung-patung.
Ketika suami datang diabaikan, istri datang diabaikan, anaknya datang tidak
tahu, ada satpam mobil datang tidak tahu. Sehingga jika kita tidak hati-hati
dalam menggunakan teknologi, maka akan bisa mengubah karakter kita yang
dilambangkan seperti berubahnya Guwarso Guwarsi menjadi monyet yang wajahnya
buruk rupa.
Ketika di pagi hari hati masih
bersih dan pikiranmasih lurus. Setelah dua jam bermain HP hati menjadi kotor
dan pikiran sudah bengkok tapi tidak disadari seperti berubahnya Guwarso
Guwarsi menjadi monyet. Inilah yang sebenarnya merupakan fenomena Auguste
Compte. Kelemahan atau kejelekan kita
menggunakan teknologi jika tidak dilandasai dengan iman kuat membuat kita tidak
terasa jeleknya.
Itulah sebenarnya budaya yang
sudah mendahului (di modelling) oleh
nenek moyang saat itu. Auguste Compte hanya butuh mengikuti sejarah perjalanan
saja, tetapi secara iconic dunia.
Sedangkan dunia mikronya pada diri kita sendiri masing-masing. Menurut Compte
spiritual itu tidak logis sehingga tidak bisa digunakan untuk membangun dunia,
sehingga memandang bahwa untuk membangun dunia menggunakan pikiran (agama
diletakkan dibawah). Pemikiran tersebut bertentangan dnegan dunia timur yang
mengutamakan spiritualisme. Dari apapun untuk apapun dalam rangka mencapai iman
dan taqwa -> spiritual.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Islam mulai luntur karena keturunan Auguste Compte yang
tergoda ingin menguasai dunia.