NARASI BESAR DUNIA
ISME = PUSAT
Gambar
tersebut menggambarkan kehidupan kontemporer (jaman sekarang) yang dipengaruhi
oleh pemikiran orang-orang terdahulu. Kita digambarkan seperti ikan kecil
(cethul). Kita yang hidup di jaman sekarang ini sedang mengalami disorientasi
(kebingungan). Diantara ikan-ikan tersebut ada ikan yang kreatif. Kapalnya
merupakan kapal bahasa, artinya filsafat jaman sekarang ini adalah filsafat
bahasa atau disebut juga filsafat analitik. Filsafat itu isme yang artinya
“PUSAT”. Sehingga jika filsafat bahasa artinya pusatnya bahasa, artinya semua
bisa didefinisikan dengan bahasa. (sebenar-benar istriku adalah bahasa, jadi
jika istrikudi telp tidak diangkat, wa tidak dibalas berarti ada something wrong dengan istriku). Maka
sebenar-benar istriku adalah bahasa, sebenar-benar diriku adalah bahasa. Jika
kamu suka mengedarkan berita bohong maka sebenar-benar dirimu adalah hoax itu
sendiri. Jadi sekarang adalah lembah dari sebuah NARASI BESAR DUNIA dari awal
hingga akhir jaman. Filsafat itu modus, artinya modis. Kita berpakaian termasuk
modus / ikon / bahasa.
Segala macam
isme munculnya bisa ditelaah dari segala macam obyeknya yang dibatasi oleh
batas antara langit dan bumi. Langit merupakan gagasan dan bumi adalah
kenyataannya. Obyek yang ada di pikiran bersifat tunggal (monoisme), tetapi di
kenyataan yang tunggal menjadi plural (pluralisme). Tunggal yang ada di pikiran
adalah yang logis (logicisme). Kenyataan plural yang ada di bumi bersifat riil
(realisme). Semua yang ada dipikiran merupakan kuasa Tuhan (spiritualisme).
Jadi pada akhirnya yang tunggal / mono bersifat absolut (absolutisme) dan ideal
(idealisme).
Dalam
filsafat, yang ada di langit merupakan pemikiran Plato (Platonisme), sedangkan
yang ada di bumi tokohnya adalah Aristoteles (Aristotelianism). Misalnya Ibu
dalam pikiran itu satu, tetapi dalam kenyataan banyak sekali. Ada ibu yang
sedang masak, ada yang sedang, tidur, ada yang sedang mencuci, dan masih banyak
yang lainnya. Bahkan seribu pangkat seribu pangkat satu milyar pun belum cukup
menggambarkan banyaknya ibu jika setiap hari diambil gambarnya meskipun hanya
dua per hari. Padahal kamera Tuhan adalah kamera yang tidak akan pernah putus
dan tidak akan ada kamera yang bisa menyamai kamera Tuhan. Jadi gambar kita
nantinya akan sangat halus baik di surga maupun di neraka (gambar yang
sempurna).
Selanjutnya,
yang mono itu bersifat “idealisme” dan logika bersifat analitik. Maka sulitnya
berfilsafat yaitu ada kata analitik yang sama pada ruang dan waktu yang berbeda
serta makna yang berbeda pula. Analitik
pada pikiran memiliki makna konsisten, tetapi jika dihubungkan, analitik pada
bhasa artinya juga konsisten. Yang terpenting 1, 2 3, dan seterusnya konsisten
berjalan. Pada matematika murni ide dapat berupa definisi, aksioma, teorema 1,
teorema 2, teorema 3, dan seterusnya yang terpenting sama dengan teorema
pertama, yaitu identitas. Identitas adalah A = A, sedangkan pada kenyataan
bersifat A A atau kontradiksi.
Maka
yang diatas bumi tidak lain dan tidak bukan adalah aturan, sedangkan yang
dibawah adalah bayangan. Aturan bersifat analitik, bayangan bersifat sintetik.
Ide, pikiran, gagasan, dan sebagainya bersifat a priori bayangan bersifat a
post teriori. A A artinya 2 2 karena 2 sebelah kiri lebih besar dari 2
sebelah kanan. Pernyataan tersebut hanya benar di dalam pikiran. Sebenar-benar
yang terjadi adalah aku tidak mampu menyebutkan siapa aku, karena belum selesai
aku menyebutkan siapa diriku, maka aku sudah berubah dari tadi menjadi
sekaranf. Kenapa? Karena di sini terikat ruang dan wakti yang merupakan salah
satu intuisi. Dalam kenyataan, 11 dinagi dua hasilnya tergantung bagaimana cara
membaginya. Jika dibagi secara vertikal, hasilnya 1 tetapi jika dibagi secara
horisontal hasilnya tetap 11. Pikiran merupakan dunia maya, maka kita semua
adalah bayangan dari dunia maya. Sehingga semuanya adalah bayangan dari aturan
yang bersifat absolut pada pikiran dan aturan bersifat relatif (Relativisme)
pada bayangan.
Di
atas bersifat rasio (rasionalisme) dan bersiikap skeptis (skeptisisme) yang
memili tokoh Rene Descartes. Sedangkan di bawah tokohnya David Hume yang
bersikap empiris (empirisisme). Antara rasionalisme dan empirisisme, selama
berabad-abad terjadilah pertempuran yang hebat. Sebelum adanya R. Descarte dan
D. Hume terdapat “zaman gelap”
(zaman kegelapan) karena orang-orang di duni barat dikuasai gereja. Orang tidak
boleh mengutarakan kebenaran jika tidak dapat ijin dari gereja. Siapa yang
tidak patuh pada gereja akan dikejar, ditangkap dan kemudian dibunuh, salah
satu diantaranya adalah Galileo Galilei pada abad 13. Gereja memiliki keyakinan
bahwa sistem tata surya dunia bersifat geosentris (pusat kehidupan pada bumi),
jadi bintang, matahari, planet, dan lain-lain mengelilingi bumi. Kemudian
muncul seseorang yang bernama Copernicus (Copernicusianisme) yang berpendapat
heliosentris (pusat kehidupan adalah matahari), jadi bumu bulan planet, dan
lain-lain mengelilingi matahari. Gereja kemudian marah besar, semua hasil
penemuan itu dumusnahkan tetapi buku milik Copernicus tetap disimpan dan
diselamatkan sampai mati, tetapi pengikutnya yang menjabarkan buku itu
dikejar-kejar orang gereja. Itulah yang dalam filasfat disebut sebagai “jaman modern”.
R.
Descartes dangat fanatik dengan rasionalisme karena ia pernah mendapat
pengalaman bahwa antara mimpi dan kenyataan itu sulit dibedakan. Suatu hari ia
bermimpi yang sangat mirip dengan kenyataan sehingga ia tidak bisa membedakan
itu sebenarnya mimpi atau kenyataan. Apa buktinya bahwa itu mimpi atau
kenyataan, bahkan ia sampai meragukan adanya Tuhan, tetapi dalam rangka mencari
tau tentang Tuhan. Kemudian ia menyadari bahwa ketika ia bertanya berarti ia
sedang tidak bermimpi (Kogito Ergosum).
Saya ada karena saya berpikir. R. Descartes memiliki prinsip, tiadalah ilmu
jika tidak ada rasio. Kemudian D. Hume membantah dengan prinsipnya. Tiadalah
ilmu jika tidak ada pengalaman. Kemudian muncullah Imanuel Kant (1671). I Kant
berpendapat bahwa R. Descartes benar tetapi terlalu mendewakan pengalaman. Seharusnya
keduanya disatukan. Rasio diambil a priori dan pengalaman diambil sintetik a
priori dengan bukunya The Critic of Pure
Reason.
Kemudian
pada tahun 1857 lahirlah Auguste Compte dengan aliran positivisme. Ia
berpendapat bahwa untuk membangn dunia agama tidak logis sehingga diletakkan
paling bawah, kemudian di atasnya diletakkan filsafat dan yang paling atas
adalah positivisme atau saintifik. “Implikasi pada pembelajaran saat ini,
sebaiknya tidak mengharuskan pembelajaran saintifik karena saintifik muncul
dengan menyingkirkan agama”. Di Indonesia memiliki dasar Pancasila. Tingkatan
paling bawah adalah material, kemudian formal, normatik, dan spiritual.
Kemudian menjelma manjadi jaman kontemporer (kerajaan Donald Trump, Kerajaan
Amerika, dunia barat dan sebagainya menganggap dunia seperti strukturial).
Paling bawah adalah archaic, diatasnya adalah tribal, tradisional, feudal,
modern, post modern, dan yang paling atas adalah post post modern (Power Now).
Pada
jaman ini agama juga terletak di bawah, tapi maksimal tradisional.
Bersambung .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar