PERAN FILSAFAT DALAM MENYIKAPI ALIRAN
Oleh : Nurika Miftahuljannah
Assalamu’alaikum, wr. wb.
Tulisan
ini merupakan hasil refleksi perkuliahan filsafat pada Hari Selasa tanggal 31
Oktober 2017 di Gedung Program Pascasarjana baru di lantai 5 ruang 5.01.13. dalam kesempatan kali
ini saya menyuplik sedikit dari banyaknya isi perkuliahan yang menurut saya
memiliki dampak besar bagi pemikiran seseorang, khususnya saya sendiri.
Seperti
biasa, perkuliahan Filsafat Ilmu diawali dengan tes jawab singkat. Isi tes
jawab singkat akan ada pada tulisan saya selanjutnya. Dalam perkuliahan ini,
saya berkesempatan untuk bertanya. Pertanyaan yang saya ajukan mengenai
pengusiran Udztad Felix yang ditentang di Bangil Pasuruan. Rencana ceramahnya
yang akan dilaksanakan di Masjid Manarul Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten
Pasuruan pada Hari Sabtu tanggal 4 November 2017 harus gagal karena ditolak
oleh barisan NU bersama organisasi di bawah naungan NU, yaitu UPNU, Banser,
serta Pagarnusa. Ustadz Felix dianggap sebagai pemancing terjadinya
perselisihan. Kemudian yang saya tanyakan kepada Prof. Marsigit, M.A. adalah
komentar mengenai peristiwa tersebut.
Tanggapan dari Prof. Marsigit,
M.A. adalah sebagai berikut:
Umat diciptakan
bergolong-golongan, termasuk Islam yang juga diciptakan bermacam-macam aliran
dan bercabang-cabang. Ada aliran yang tepat sholat dan ada pula aliran yang terlambat
sholat. Ada aliran sholat sendiri atau munfarid dan ada pula airan sholat
berjamaah. Ada aliran yang suka mengenakan sarung dan ada pula aliranyang suka
mengenakan celana. Aliran-aliran tersebut kemudian mencari masa yang sepaham
dengan aliran tersebut untuk dijadikan sebagai anggota kelompoknya dalam sebuah
paguyuban. Misalnya paguyuban para santri yang sholatnya pakai sarung. Sehingga
setiap aliran memiliki hak atas paguyubannya masing-masing sesuai dengan yang
dikehendakinya.
Akan tetapi,
jika sudah pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari setiap kelompok paguyuban
terkadang juga memiliki ego. Memiliki bahasa sendiri. Seperti halnya dalam
keluarga juga memiliki bahasa dan pandangan sendiri-sendiri. Misalnya beberapa
orang meling suami istri sedang sling berinteraksi. Ada orang yang berpendapat
bahwa kedua suami istri tersebut sedang bertengkar, tetapi ada pulan yang
mengatakan bahwa kedua istri tersebut mesra. Itulah hak setiap orang untuk
menilai atau memandang sesuatu.
Sehingga,
kembali pada topik Ustadz Felix di atas, Prof. mengatakan bahwa peristiwa
tersebut bukanlah merupakan urusan agama, melainkan masalah syari’at atau tata
cara atau teknis, waktu, tempat, dan sebagainya. Dengan demikian, inilah pentingnya belajar filsafat. Orang Jawa
mengatakan bahwa dalam menyikapi sesuatu harus “dijereng-jereng”. Artinya kita harus mengetahui terlebih dahulu apa
yang menjadi permasalahan kemudian terlebih dahulu dianalisis sebelum
memberikan keputusan atau penilaian. Sehingga jangan mudah terprovokasi. Dalam filsafat,
kita diajarkan untuk kenyal atau cair terhadap aliran-aliran yang ada.
Demikianlah
tanggapan dari Prof. Marsigit terhadap pertanyaan yang saya ajukan. Semoga dapat
diambil manfaatnya bagi saya sendiri maupun pembaca. Pesan yang dapat kita
ambil yaitu dalam menjalani hidup, kita harus memiliki pondasai prinsip yang
kuat agar tidak mudah terprovokasi kesana kemari oleh aliran yang ada. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Artikel terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar