Senin, 14 November 2016

MAKALAH KETERPADUAN ISLAM DAN SAINS - Isra' Mi'raj



BAB I
PENDAHULUAN
Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang sangat besar dan penting dalam sepanjang sejarah islam. Isra’ Mi’raj murni merupakan peristiwa kenabian yang bukan untuk diteladani, namun dapat diambil hikmah dan dipelajari pesan tersembunyi di dalamnya. Satu-satunya hasil perjalanan Isra’ Mi’raj yang langsung mengena dan harus dijalankan oleh seluruh umat Islam adalah sholat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Sehingga tidak heran apabila peristiwa ini dikenang sepanjang masa dan diperingati sebagai peristiwa besar dalam sejarah islam, baik dalam konteks keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan.
Dengan Isra’ Mi’raj maka keterpilihan Nabi Muhammad SAW sebagai kekasih Allah tampak jelas dan tegas. Ketika Nabi Muhammad SAW merasakan kesedihan karena wafatnya paman Abu Thalib dan istrinya Siti Khadijah serta penolakan sebagian masyarakat Mekah, kemudian Allah berkenan menghibur sang Nabi dengan memperjalankannya melintasi alam semesta yang begitu luas.
Peristiwa Isra’ Mi’raj ini tidak sepenuhnya dapat diterima oleh akal pikiran manusia karena pada zaman tersebut suasana peradaban yang tergolong terbelakang dari sisi sains dan teknologi. Rasulullah mengalami perjalanan yang sangat mengherankan bahkan bisa disebut mustahil. Menurut masyarakat pada zaman itu, peristiwa tersebut sama sekali tidak masuk akal karena tidak mungkin seorang manusia bisa menempuh jarak sejauh itu dengan waktu kurang dari satu malam. Sehingga mereka menganggap bahwa Rasulullah hanya berbohong belaka. Tetapi dalam benak mereka muncul suatu keraguan bahwa Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai orang yang tidak pernah berbohong.
Jangankan pada zaman Rasulullah, yang belum mengenal teknologi bahkan pada zaman modern seperti sekarang ini, masih ada yang meragukan kebenaran peristiwa ini. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk menyajikan fakta-fakta yang bisa menguatkan pembaca guna memberikan gambaran yang lebih rasional tentang peristiwa perjalanan Isra’ Mi’raj. Bagaimana dan seperti apa perjalanan yang telah dilakukan Rasulullah? Apakah beliau masuk ke sebuah pesawat dan duduk berhadapan dengan malaikat JIbril? Atau seperti naik kuda dan beriringan dengan malaikat Jibril? Jika demikian, maka ada peluang beliau tiba dengan keadaan yang awut-awutan. Tetapi, Nabi Muhammad SAW tiba dengan keadaan sehat, segar bugar ketika menyampaikan kepada para sahabat dan masyarakat sekitar keesokan harinya. Dan mengapa bukan pada siang hari? Mengapa kejadian itu terjadi ketika malam hari?
Dalam makalah ini, dikarenakan keterbatasan dari penulis, maka penulis hanya membahas tentang bagaimana Isra’ itu terjadi dan mengaitkannya dengan ilmu pengetahuan (sains). Mi’raj sendiri tidak menjadi bahasan dalam makalah ini karena menurut kami, pembahasan mengenai Mi’raj karena Mi’raj dipandang sebagai perjalanan keluar dari dimensi ruang dan waktu. Di dalam jagat raya dua dimensi masih terdapat ruang ekstra diluar jagat raya. Jika ruang antar bintang maupun antar galaksi dipandang sebagai langit-langit material, maka langit immaterial adalah langit yang berada diruang ekstra. Karena ruang ekstra tersebut berada diluar ruang material, maka hukum-hukum ruang-waktu yang yang dikenal oleh manusia umumnya, bisa jadi tidak berlaku disana sehingga perjalanan Mi’raj melalui beberapa lapis langit dapat berlangsung secara singkat.
Penulis mencoba mengintegrasikan dan menghubungkan antara ayat Al-qur’an tentang perjalanan Rasulullah dan hadist dalam peristiwa Isra’ dengan ilmu sains modern agar dapat diterima akal pikiran manusia.
 Melalui tulisan ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih rasional tentang perjalanan Rasulullah dalam peristiwa Isra’ dengan ilmu sains modern kepada pembaca.


BAB II
ISI
A. Pengertian Isra’ dan Mi’raj
Isra’ menurut bahasa berasal dari kata asra-yusri adalah berjalan di waktu malam atau membawa pelita diwaktu malam. Tentang makna ini diungkap didalam Al-qur’an surat Al Dukhan (44) ayat 23 dan surat Hud (11) ayat 81. Sedangkan menurut istilah, Isra’ adalah perjalanan Nabi di waktu malam hari dari Masjid Al-Haram Mekah ke Masjid Al-Aqsha Palestina dalam waktu relatif singkat menjelang Mi’raj. Ini ditegaskan dalam surat al-Isra (17) ayat 1 secara eksplisit.
Mi’raj secara bahasa berarti ‘araja-ya’ruju berarti alat untuk naik atau tangga. Hal ini sejalan dengan Al-qur’an surat al-Ma’arij (70) ayat 3. Menurut istilah, Mi’raj adalah naiknya Nabi Muhammad SAW, dari Masjid Al-Aqsha ke langit sampai Sidratul Muntaha, terus sampai ke tempat yang paling tinggi untuk menghadap kepada Allah SWT. Tentang Mi’raj Al-qur’an tidak pernah menyebutkan secara ekspisit, namun para ulama menyimpulkan bahwa surat al-Isra’ (17) ayat 60 dan an-Najm (53) ayat 1-18 merupakan hujjah bagi peristiwa Mi’raj, apalagi esensinya sama dengan hadist-hadist Mi’raj.
Kedua peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 27 Rajab satu tahun sebelum hijrahnya Nabi atau tahun ke-12 setelah kerasulan, tepatnya tahun 622 Masehi. Hal ini disampaikan oleh kebanyakan ahli sejarah, yang mengatakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi ketika Rasul akan hijrah ke Madinah kira-kira satu setengah tahun lagi (pertengahan tahun 12 dari kenabian). Sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun 622 Masehi. Namun, pada berbagai buku sejarah, dikemukakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada tahun 621 M atau tahun 10/11 dari kenabian. Jumhur ulama menyebutkan tanggal 27 Rajab. Dirunut dengan sistem Gregorian Converter edisi 1996-1997, malam 27 Rajab pada tahun 621 M, berada pada hari Selasa malam Rabu, sedangkan malam Jum’atnya tanggal 29 Rajab berpendapat dengan 26 Februari 621 M. Penanggalan yang lebih masuk akal, Isra’ Mi;raj terjadi pada malam Jum’at 27 Rajab bertepatan tanggal 7 Maret 620 M.
B. Latar Belakang Terjadinya Isra’ Mi’raj
Selama 12 tahun dari kerasulan Nabi Muhammad merupakan tahun-tahun yang berbahaya. Rasulullah menghadapi masyarakat yang masih banyak yang acuh tak acuh, mendustakan agama, bahkan sampai menyerang Rasulullah secara terang-terangan. Masuk Islamnya Umar bin Khattab, seorang tokoh Quraisy yang mempunyai pengaruh besar, memberikan angin segar bagi Rasulullah. Namun, kaum Quraisy menjadi marah karena merasa tokoh mereka dijebak. Mereka kemudian menggunakan semua daya dan upaya untuk menangkan Rasulullah, namun hasilnya sia-sia. Sebab, ada Abu Thalib, paman Rasulullah, satu-satunya bangsawan dari Bani Hasyim yang cukup berwibawa, dihormati dan ditakuti. Peristiwa dan tekanan dari suku Quraisy yang bertubi-tubi merupakan tempaan tersendiri bagi keyakinan Rasulullah.
Pada tahun ke-12 kerasulan, istri Nabi Muhammad SAW yaitu Siti Khadijah binti Khuwalid sebagai pendamping dalam perjuangan Rasulullah SAW dan paman Rasulullah, Abu Thalib, meninggal dunia. Peristiwa ini membuat kondisi Nabi Muhammad menjadi kritis. Salah satunya karena paman Nabi meninggal dunia belum membawa iman yang diharapkan.
Para ulama berpendapat bahwa peristiwa kematian istri dan pamannya merupakan latar belakang dan kasualitas pada proses terjadinya Isra’ Mi’raj.
Disamping karena paman dan istrinya wafat, seruan di Thaif, tempat kediaman berbagai suku Arab dan di musim-musim mereka, semuanya belum membuahkan hasil.
C. Riwayat Isra’ Mi’raj
Pada suatu malam, terbukalah atap rumah Nabi di Mekah, diringi dengan turunnya Jibril menjemput Rasulullah, lantas dibawa ke Ka’bah. Didekat Ka’bah yakni pada Hijr, Rasulullah berbaring antara tertidur dan terjaga. Kemudian Jibril memegang beliau, kemudian membelah dada beliau diantara bawah leher sampai pusar. Hati beliau dibersihkan dan disucikan dengan air Zamzam yang kemudian dipenuhi dengan iman dan hikmah, serta diliputi dengan sikap belas kasihan (hilm), ilmu, keyakinan dan keislaman, lantas ditangkupkan kembali.
Kemudian kepada beliau didatangkan sejenis kendaraan yang bentuknya panjang dan warnanya putih bersih, setiap kali melangkah, sampailah ia hingga habis pemandangan manusia, dan kendaraan itu dinamakan Jibril dengan Buraq.
Dari Ka’bah, Rasulullah diiringi Jibril menuju Bait al Maqdis di Palestina. Sesampainya di Palestina, Buraq ditambatkan pada tempat dimana Nabi-Nabi terdahulu melakukan hal yang sama. Kemudian beliau memasuki kompleks masjid melakukan sholat dua rakaat, setelah itu keluar lagi.
Jibril membawakan du bejana berisi arak dan susu, Nabi disuruh memilih, dan beliau memilih susu dan meminumnya. Setelah habis sepertiga, Rasulullah berhenti minum. Jibril berkata pada beliau bahwa beliau telah memilih di atas fithrah. Seandainya Nabi memilih arak, niscaya sesatlah umat beliau.
Sesudah itu, Rasulullah diiringi Jibril bertolak dari dari kubah batu, mengendarai Buraq ke langit pertama. Sesampainya di langit pertama, Jibril meminta izin untuk melaluinya. Oleh penjaga langit, ditanya “ Siapakah ini?”. Dijawab, “Jibril.” Ditanyakan juga, “Siapakah yang bersama engkau?” Jawabnya, “Muhammad.” Kemudian ditanyakan, “Apakah telah mendapat panggilan?” Jibri menjawab, “Ya, ia telah mendapat panggilan.” Sesudah mendengar jawaban itu, penjaga langit membukakakn pintu untuk Nabi dan Jibril sembari mengucapkan sambutan yang baik terhadap kedatangan Nabi. Prosesi penyambutan serta penghormatan tersebut yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW selalu berulang setiap kali memasuki pintu setiap langit.
Di langit pertama, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Adam, dan Jibril meminta Rasulullah untuk memberikan salam yang disambut Nabi Adam dengan salam yang lebih baik sambil menyambut kedatangan Rasulullah serta mendoakan kebaikan baginya layaknya sambutan seorang ayah kepada anaknya. Nabi Muhammad SAW melihat sayup-sayup yang hitam di sebelah kanan dan sebelah kiri Nabi Adam. Apabila Nabi Adam menoleh kekanan, beliau kelihatan tertawa, ketika melihat kekiri, beliau menangis. Hal ini ditanyakan Nabi dan dijawab oleh Jibril bahwa itulah roh-roh anak keturunan Adam. Yang sebelah kanan adalah ahli surga dan sebelah kiri adalah ahli neraka.
Kemudian Rasulullah melanjutkan Mi’rajnya ke langit kedua. Di langit ini, Nabi bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya. Sambutan, salam, penghormatan dan doa pun diberikan keduanya kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sikap seorang saudara terhadap saudaranya yang bertandang. Perjalanan dilanjutkan ke langit ketiga dan beliau bertemu dengan Nabi Yusuf. Sikap penghormatan dan ketakziman diberikan Yusuf kepada saudaranya.
Beliau melanjutkan perjalanannya ke langit keempat dan bertemu dnegan Nabi Idris, manusia pertama yang mengenalkan sistem baca tulis, mengenalkan mesin jahit, pengolahan besi dan logam serta mengenalkan seni musik. Nabi Idris pun memberi sambutan selayaknya sebagai seorang saudara. Perjalanan dlanjutkan ke langit kelima dan bertemu dengan Nabi Harun. Rasulullah naik ke langit keenam dan berjumpa dengan Nabi Musa. Saat itu, Nabi Musa sedang bersedih dan mengatakan kepada Rasulullah, “Karena saya mengetahui bahwa ada seorang pemuda yang diutus oleh Allah di masa sesudah saya, umatnya akan lebih banyak masik surga daripada umat saya.”
Perjalanan dilanjutkan ke langit ketujuh, Beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim. Diatas langit ketujuh inilah Rasulullah diperlihatkan Baitul Makmur, sebuah rumah ibadah (masjid) para malaikat yang setiap harinya ada 70.000 malaikat yang memasukinya yang apabila mereka keluar maka mereka tak akan bisa memasukinya kembali. Letak Baitul Makmur persis sejajar dengan letak Ka’bah, apabila jatuh, tentulah persis diatas Ka’bah. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabary dari sanad Said bin Abi “Arubah dari Qatadah.
Kemudian Nabi dinaikkan ke Sidratulmuntaha atau al-Mustawa dimana Rasulullah melihat daun-daun sidrah yang lebar dengan buah-buahnya yang besar-besar. Dari sidrah itu terbit empat aliran sungai, yang dua adalah sungai surga, yang dua lainnya adalah sungai Nil dan Eufrat. Kemudian, Nabi disodori tiga buah bejana yang berisi arak, madu dan susu, dan Rasulullah memilih susu yang dikomentari Jibril bahwa itulah fithrah (asal kejadian yang masih suci dan murni) dimana Rasulullah dan umatnya berada.
Rasulullah juga melihat sidrah itu tertutupi berbagai warna yang tidak bisa diketahui keadaan yang sesungguhnya dan tidak bisa dilukiskan. Disana pula Nabi mendengar gerak gerik dan suara al-qalam (pena Allah) yang selalu menuliskan segala kejadian.
Diantara Sidratulmuntaha juga terdapat surga, dimana Nabi Muhammad SAW melihat wujud Jibril yang sesungguhnya. Kemudian Rasulullah dibukakan hijab, lalu beliau menerima wahyu dari Allah.
Rasulullh menerima wahyu sholat lima waktu dari 50 kali yang diterimanya dengan baik dan dibawanya sebagai kewajiban bagi umatnya. Awalnya, Nabi menerima perintah sholat 50 kali. Namun, pada saat turun, ketika sampai pada Nabi Musa, Nabi SAW ditanya tentang apa yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad untuk umatnya. Rasulullah menjawab, sholat lima puluh kali sehari semalam.
Nabi Musa menganjurkan supaya Nabi Muhammad SAW kembali ke hadirat Allah memohon keringanan kewajiban berat tersebut. Nabi Musa berkata bahwa, beliau yakin umat Nabi Muhammad SAW tak akan sanggup mengerjakan. Beliau sudah menguji umatnya, Bani Israil, ternyata tidak sanggup melakukan hal seperti itu. Ditambah, menurut beliau, umat Nabi Muhammad SAW mempunyai perawakan yang kecil, umurnya pendek, hatinya lemah dan mudah dipengaruhi oleh sesuatu.
Akhirnya Nabi menghadap ke hadirat Allah untuk meminta kekurangan dan dikurangi lima kali. Namun, setiap bertemu dengan Nabi Musa selalu diminta untuk memohon keringanan. Nabi Muhammad SAW kembali dan dikurangi lima kali. Begitu seterusnya hingga sampai lima kali sehari semalam. Namun, Nabi Musa masih menganjurkan untuk meminta keringanan lagi. Jawab Nabi Muhammad SAW, beliau malu untuk meminta keringanan lagi karena Allah sudah menetapkan sholat lima waktu itu dan tidak perlu dikurangi. Namun, meskipun demikian, pahalanya tetap dan tidak diubah atau dikurangkan, pahalanya tetap 50 waktu, serta tiap-tiap orang yang melakukan kebajikan sekali, mendapat pahala sepuluh kali, dan barangsiapa yang melakukan kejahatan sekali maka hanya akan ditulis sekali dosanya.
Nabi Musa menanggapi bahwa, umat Nabi Muhammmad SAW sangat beruntung, karena umurnya pendek, amalannya sedikit namun pahalanya besar. Nabi Muhammad SAW pun berpamitan dan Nabi Musa mengucapkan selamat jalan.
Rasulullah juga diajak ke surga menyaksikan keindahan-keindahan dan kesenangan.
D. Tentang Isra’ Mi’raj
Peristiwa  ini merupakan hal yang unik dan diluar batas pemahaman atau taraf berpikir manusia. Apalagi dengan keadaan masyarakat pada zaman Rasulullah mengalami kejadian tersebut. Bisa dikatakan, pemikiran pada zaman tersebut sangat tradisional atau jalan berpikir dari masyarakat Arab jaman itu sangat tradisional. Sehingga bagi mereka perjalanan Nabi tersebut diluar nalar. Namun, ada juga yang yang mempercayai perjalanan Nabi tersebut.
Tanggapan masyarakat pada waktu itu tergolong kedalam 3 golongan yaitu :
a. Kelompok yang membenarkan adanya Isra’ Mi’raj
b. Kelompok yang ragu-ragu terhadap peristiwa tersebut
c. Kelompok yang tidak percaya peristiwa tersebut bahkan secara terang-terangan menolak adanya peristiwa tersebut.
Ada beberapa pendapat mengenai detail jumlah berapa kali dan kapan Isra’ Mi’raj ini terjadi. Secara umum, sudut pandang para ulama dapat dibagi menjadi (Sholikhin,2013:46-49) :
1.      Jumhur ulama, para ahli hadist, para ahli fiqh, dan ahli ilmu kalam, Isra’ Mi’raj terjadi semalam dan dilakukan Rasulullah dalam keadaan terjaga, serta dengan jasad dan ruh beliau. Menurut Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari bi Syarh Shahih Imam al-Bukhari, menambahi bahwa pendapat ini berdasarkan dalil-dalil yang autentik, kabar-kabar yang nyata, dan hadist-hadist yang shahih, sehingga diyakini benar-benar jelas dan tidak memerlukan takwil lagi.
2.      Ibnu Masarah dan kawan-kawannya berpendapat bahwa MI’raj hanya terjadi didalam mimpi dan terjadi dua kali dalam dalam diri Rasulullah. Pertama dalam keadaan mimpi sebagai persiapan dan penjajagan, dan kedua dalam keadaan terjaga.
3.      Al Mulhib pen-syarah al Bukhari, seperti yang diungkapkan Tha’ifah, Abu Nashr bin al-Qusyairi dan Abu Sain dalam Syaraf al Mushthafa, bahwa Rasulullah telah melakukan Mi’raj berkali-kali, kadang dalam keadaan terjaga, kadang dalam keadaan mimpi.
4.      As Suhali, Ibnu Arabi, dan kelompoknya berpendapat bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi dalam mimpi. Hal ini senada dengan hadist yang diriwayatkan Syarik bin Abdullah dari Anas bin Malik : “Peristiwa Isra’ terjadi dalam mimpi sebelum Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, serta sebelum masa pewahyuan.” Namun, tidak ada ulama yang membenarkan riwayat ini.
5.      Para ahli hadist yang lahir dalam kurun terakhir berpendapat bahwa Isra’ terjadi pada suatu malam dan Mi’raj terjadi dalam mlam yang lain.
6.      Sebagian umat Islam berpendapat bahwa peristiwa Isra’ terjadi dalam keadaan sadar, sedangan Mi’raj terjadi dalam keadaan mimpi.
7.      Sebagian umat Islam berpendapat bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi di Madinah. Pendapat ini tidak mempunyai dasar argumen yang bisa dipertanggungjawabkan. Pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi sebelum pengangkatan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul dan peristiwa ini terjadi lebih dari semalam tidak bisa diterima dan bahkan dikesampingkan.
Bagi Allah, semua yang Dia kehendaki pasti terjadi dan tidak akan pernah gagal. Seperti yang telah disebutkan dalam Al-qur’an surat Hud ayat 107 :


Artinya : mereka kekal didalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.
*Alam akhirat mempunyai langit dan bumi tersendiri.
Ayat diatas mengartikan bahwa apapun yang telah dikehendaki Allah pasti terlaksana dengan nyata. Jika dilihat dari segi hukum aqli, peristiwa Isra’ Mi’raj termasuk hukum jaiz aqli artinya peristiwa ini termasuk perkara yang dapat terjadi dan bukan hal yang mustahil dan aneh. Allah Maha Berkuasa dan Berkehendak, sehingga peristiwa ini tak mungkin mustahil atau hanya karangan orang terdahulu saja. Isra’ Mi’raj merupakan kehendak-Nya untuk mengetes keimanan seseorang dan menunjukkan kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
Sebagai perbandingan, Allah telah menciptakan alam semesa ini beserta isinya, mengatur alam semesta ini dengan begitu rapinya hingga tak ada satupun planet yang bertabrakan, tidak ada planet yang berputar terlambat 1 detik pun, maka bukan hal yang mustahil bagi Allah untuk meng-Isra’ Mi’raj-kan hambanya.
Saat ini, dunia makin modern. Manusia mampu untuk menciptakan berbagai alat yang dapat mempermudah hidup mereka, menciptakan alat yang sangat hebat. Dengan alat buatannya, manusia mampu untuk berkeliling dunia dengan waktu sekejap, mengetahui apa yang terjadi di dunia pada saat yang sama, berjalan-jalan di bulan, dan lain sebagainya. Manusia yang ciptaan Allah saja mampu menciptakan hal yang sangat hebat, apalagi Allah yang menciptakan manusia. Meng-Isra’ Mi’raj-kan hamba-Nya dengan ruh dan jasad Nabi Muhammad SAW sekaligus adalah hal yang sangat mudah dan tidak mustahil bagi-Nya. Apalagi Isra’ Mi’raj telah tercantum dalam Al-qur’an dan Al-Hadist.
Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa yang penuh hikmah bagi kehidupan manusia, yaitu turunnya perintah sholat lima waktu.
E. Tafsir Al-qur’an tentang Isra’
Adanya peristiwa Isra’ telah dituliskan oleh Allah dalam surah – surahnya, adapun surah dalam Al-qur’an yang paling jelas memaparkan tentang kejadian Isra’ adalah Al-qur’an suat Al Isra ayat 1 yang dalilnya sebagai berikut :



Artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagaian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
Menurut Agus Mustofa dalam bukunya yang berjudul Terpukau di Sidrotul Muntaha dari ayat tersebut, ada 8 kata kunci yang dapat menuntun pemahaman kita tentang perjalanan malam Rasulullah SAW, yaitu :
1.    Maha Suci Allah yang, (Subhanalladzii)
2.    Memperjalankan (asraa)
3.    Hamba-Nya (‘abdihi)
4.    Malam hari (laila)
5.    Dari Masjidil Haram ke Masjidil Al-Aqsha
6.    Kami Berkati sekelilingnya (baaraknaa haulahu)
7.    Tanda-tanda kebesaran Allah (linuriyahu min aayaatina)
8.    Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (innahu huwassamii’ul ‘bashiir)
Yang pertama, Cerita tentang Isra’ di dalam firman Allah tersebut dimulai dengan kata subhaanalladzi (Maha Suci Allah yang), dari awalan tersebut dapat ditangkap bahwa Allah ingin memberi penegasan pada kita bahwa perjalanan Rasulullah bukanlah perjalanan biasa. Melainkan sebuah perjalanan yang luas biasa. Hal tersebut karena kata Subhanallah diajarkan untuk diucapkan ketika kita menemui suatu kejadian yang luar biasa atau menakjubkan. Maka ketika Allah memulai ayat Isra’ tersebut dengan kata Subhanallah, dapat ditangkap bahwa Allah akan bercerita tentang sesuatu yang luar biasa di kalimat-kalimat berikutnya. Sebagai pendukungnya banyak ayat yang mengajarkan kita untuk mengucap Subhaanallah yaitu Al-qur’an surat Ali Imran ayat 190-191 dan Al-qur’an surat Al A’raaf ayat 54.
Kata kunci yang kedua yaitu asraa yang artinya memperjalankan. Kata tersebut berarti bahwa, perjalanaan luar biasa itu bukan kehendak Rasulullah SAW sendiri, melainkan kehendak Allah. Allahlah yang telah memperjalankan Muhammad SAW. Dengan kata lain, Rasulullah SAW tidak akan mampu melakukan perjalanan tesebut atas kehendaknya sendiri, karena perjalanan ini terlalu dahsayat bagi seorang manusia. Sehingga Allah mengutus malaikat Jibril untuk membawa Rasulullah melakukan perjalanan. Jibril dipilih Allah karena Jibril adalah mahluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya sehingga dapat melintasi dimensi yang kasat mata.
Selain itu Rasulullah juga ditemani oleh Buraq, yang merupakan mahluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malaikat yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq ini berasal dari kata barqun yang berarti kilat.
Poin yang ketiga adalah bi’abdihi yang berarti hamba-Nya. Ada dua makna yang terkandung dalam kata ini. Pertama, kata ‘abdi menggambarkan bahwa Rasulullah SAW diperjalankan sebagai manusia seutuhnya (jiwa dan raganya). Karena kata hamba menunjuk kepada totalitas diri seorang manusia. Makna keduanya adalah tidak sembarang orang bisa melakukan perjalanan seperti yang dialami Rasulullah. Yang dapat melakukan perjalanan ini hanya orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu di dalam kualitas beragamanya yaitu ‘abdihi, hamba Allah.
Poin yang ke empat adalah laila yang berarti malam hari. Perjalanan ini dilakukan malam hari alasannya dapat dikaitkan dengan kata kunci kedua. Yaitu bahwa perjalanan ini dijalankan oleh kehendak Allah. Sehingga agar Nabi bisa mengikuti kecepatan Malaikat dan Buraq, maka badan Nabi diubah menjadi badan cahaya oleh Jibril. Hal terebut sesuai dengan penjelasan malam hari, karena pada siang hari radiasi sinar matahari sangat kuat sehingga dapat membahayakan badan Rasulullah SAW yang sebenarnya bukan badan cahaya. Selain itu malam hari juga memiliki arti penting dalam melakukan komunikasi dengan Allah. Sesuai dengan perintah Allah untuk melakukan shalat malam yang bernilai tinggi, yaitu shalat tahujud. Yang salah satu alasanya adalah pada malam hari jiwa kita menjadi lebih fokus dan khusyuk sesuai dengan Al-qur’an surat Al Muzammil ayat 6.
Poin yang kelima dari masjid ke masjid. Kemungkinan perjalanan dilakukan dari masjid ke masjid karena didalam masjid terdapat banyak energi positif. Hal itu karena masjid digunakan sebagai tempat untuk berbuat kebaikan seperti shalat, dzikir dan sebagainya. Contohnya saja rumah akan terasa nyaman dan dingin bila dipakai untuk shalat, dzikir, dan kebaikan lainnya. Apalagi Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa yang  merupakan masjid berusia ratusan tahun, pasti menyimpan energi positif yang luar biasa besar. Dan hubunganya dengan perjalanan itu adalah terkait dengan badan Rasulullah yang telah berubah menjadi cahaya maka perlu penyesuaian dengan perubahan itu, begitupula dengan tempat keberangkatan dan kedatangan.
Poin yang ke enam, diberkahi sekelilingnya. Perjalanan yang dilakukan Rasulullah memang tidak lazim, maka Allah mempersiapkan fasilitas untuk menjaga kelancarannya. Kata kunci keenam ini menggambarkan betapa Allah terus mengendalikan proses perjalanan tersebut dan memberkahi sekelilingnya agar tidak muncul kendala yang berarti,
Poin yang ketujuh, diperlihatkan tanda-tanda-Nya. Salah satu tujuan Allah membimbing Rasulullah melakukan perjalanan ini adalah untuk memperlihatkan tanda-tanda kebesaran Allah atas alam semesta ini kepada Rasulullah Muhammad SAW. Selain itu perjalanan ini dimaksudkan untuk memantapkan hati Rasulullah SAW, setelah beliau mengalami tekanan bertubi-tubi dalam perjuangan menyebarluaskan agama islam. Hal tersebut juga terjadi pada rasul-rasul yang lain seperti Nabi Musa yang bertapa di gunung Sinai(Al-qur’an Surat Al A’raf 143), Nabi Yunus yang ditelan ikan (Al-qur’an Surat Al Anbiya’ 87), Nabi Ibrahim yang menghidupkan burung yang telah mati (Al-qur’an surat Al Baqarah 260), Nabi Ayyub yang penyakitnya tak kunjung sembuh (Al-qur’an surat Shaad 34 & 41). Melalui perjalanan ini Rasulullah dapat menceritakan semua keindahan yang beliau lihat secara detail, karena setelah perjalan ini Nabi Muhammad SAW memiliki peningkatan kemampuan melihat dimensi-dimensi lebih tinggi di alam semesta. Selama perjalanan Allah telah membuka hati beliau, sehingga menjadi kasyaf atau terbuka.
Poin yang kedelapan, Maha Mendengar dan Maha Melihat. Kata kunci terakhir ini adalah kalimat penegasan terhadap informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini seakan-akan Allah memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar. Hal itu karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, maka tak perlu ada keraguan tentang kisah Isra’.
F. Konsep Sains yang Berhubungan dengan Isra’
Kita ketahui peristiwa Isra’ sangat jauh dari nalar manusia, sehingga banyak orang yang mengganggap bahwa peristiwa ini jauh dari kebenaran. Namun dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan dengan ditemukannya berbagai teori, kebenaran peristiwa Isra’ sedikit demi sedikit mulai terungkap. Adapun teori-teori yang berkaitan dengan peristiwa Isra’ ini adalah teori tentang kecepatan cahaya dan teori relativitas yang dikemukakan oleh Eistein.
1.      Kecepatan Cahaya
Keberadaan cahaya dibumi ini memang sangat banyak dampaknya pada kehidupan manusia, sehingga tidaklah berlebihan apabila banyak ilmuan yang tertarik untuk mengkaji tetang cahaya secara lebih mendalam. Akibatnya dari berabad-abad yang lalu telah banyak dilakukan penelitian tentang cahaya baik itu sifatnya, ataupun materinya.
Menurut teori partikel cahaya yang dikemukakan oleh Newton, cahaya terdiri dari zarrah halus (partikel zirim) yang memancar pada semua arah dan sumbernya, karena mempunyai partikel yang sangat kecil, banyak sekali dari pertikel ini yang berjalan berdampingan didalam seberkas cahaya.
Menurut teori gelombang yang dikemukakan oleh Christisan Huygens cahaya adalah gelombang, karena bergerak dengan sangat cepat. Menurut Huygens, seberkas sinar cahaya di bentuk oleh gelombang kecil dan sumber cahaya memamcarkan gelambang cahaya kesegala arah. Teori ini kemudian dilengkapi dengan munculnya teori gelombang elektromagnetik yang dikemukakan oleh William Herschel dan James Clerk Maxwell. Herchel menemukan adanya cahaya inframerah diluar ujung spektrum yang kasat mata. Jika suatu arus listrik dialirkan maju mundur, arus itu dapat menimbulkan  gelombang elektromagnetik yang berubah-ubah yang memancar keluar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Perhitungannya menunjukkan bahwa gelobang elektromagnetik itu memancar pada kecepatan cahaya, sehingga Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya itu sendiri adalah bentuk gelombang elektromagnetik.
Menjelang abad ke 19 para pakar berpendapat bahwa cahaya dan bentuk pancaran (radiasi) elektromagnetik yang lain merupakan aliran energi yang berkesinambungan. Namun, Max Planck (1858-1947) mengajukan pendapat bahwa energi didalam radiasi  tidaklah berkesinambungan, tetapi terdiri dari paket-paket kecil atau kuanta. Ia menunjukkan bahwa pada kondisi-kondisi tertentu cahaya dapat dinnyatakan sebagai kumpulan partikel, seperti yang dikemukakan oleh Newton.
Pengukuran kecepatan cahaya memerlukan teknik khusus. Cara yang pertama kali ialah pengukuran berdasarkan skala ukur yang besar, yaitu berdasarkan astronomi. Adapun cara kedua adalah cara teresterial, yaitu dengan alat laboratorium serta pengamatan sepenuhnya dibumi tanpa melibatkan gerakan benda angkasa.
Percobaan pertama mengukur kecepatan cahaya menerapkan suatu cara yang dikemukakan oleh Galileo. Dua orang pengamat masing-masing berdiri dipuncak dua bukit yang terpisah oleh jarak – jarak satu mil. Masing-masing dilengkapi dengan sebuah lentera dan percobaan dilakukan pada waktu pada malam hari. Mula-mula salah seorang membuka tutup lenteranya. Pada saat cahaya lentera itu terlihat oleh yang seorang lainnya, orang yang kedua. Percobaan ini asasnya betul, namun angka yang diperoleh kurang teliti untuk selang waktu sekian diperoleh kecepatan cahaya yang sangat besar.
Selain cara yang dikemukakan Galileo tersebut banyak cara hingga diperoleh kesepakatan besarnya kecepatan cahaya adalah sebesar 3 x 108 m/s. Cara perhitungan kecepatan cahaya yang lain ialah dengan cara Romer. Romer menghitung kecepatan cahaya berdasarkan variasi gerhana planet Yupiter oleh salah satu satelitnya. Dari pengamatannya diperoleh nilai periode 15 detik, ketika bumi berada segaris dengan diantara Matahari dan Yupiter.
Perbedaan periode sebesar 15 detik ini tentu sama dengan selang waktu dipergunakan cahaya untuk menempuh jarak yang sama dengan jarak yang ditempuh bumi yang bergerak dengan kecepatan 29,6 km/detik itu selama periode gerhana selama 48 jam 18 menit, 16 detik. Sehingga kecepatan cahaya c diberikan oleh persamaan :
 
Cara yang selanjutnya ialah Bradley. Bradley menentukan kecepatan cahaya berdasarkan aberasi, yaitu ketampakan bergeraknya bintang-bintang sepanjang lingkaran kecil karena peredaran bumi mengelilingi matahari.
Pada tahun 1849 Fizeau, seorang sarjana Prancis, menghitung kecepatan cahaya dengan berdasarkan ukuran jarak dibumi. Bagian alat yang digunakan kemudian kita kenal dengan alat Fizeau. Besarnya kecepatan cahaya menurut Fizaeu ialah :

Metode yang diterapkan Fizaeu diperbaiki oleh Foucolt, dengan menggantikan roda bergerigi dengan sebuah cermin putar bersisi delapan. Cahaya yang mengenai satu muka cermin dan dipantulkan dari cermin putar lalu teleskop pangamat. Saat cermin berputar 1/8 bagian, muka lainnya dari cermin tersebut berada pada posisi yang tepat bagi cahaya yang dipantulkan untuk masuk teleskop. Hasil perhitungannya  memiliki kecermatan yang lebih dari pada hasil perhitungan Fizaeu. Sehingga menurut Cohen, Dumond dan Rollet harga yang paling teliti untuk kecepatan cahaya adalah 2,997930 x 105 km/detik (Nurkhamidah,2015:76)
Dengan banyaknya penelitian yang dilakukan untuk menghitung tentang kecepatan cahaya, maka disepakati bahwa besaran untuk kecepatan cahaya adalah 2,998 x 105 km/detik atau dibulatkan menjadi 300.000 km/detik. Pada abad ke-19 ilmuan besar Einstein mengemukakan bahwa kecepatan cahaya adalah kecepatan tertinggi yang ada dialam ini (Wisnu,2009:166).
2.      Relativitas
Teori Relativitas membahas mengenai Struktur Ruang dan Waktu serta mengenai hal hal yang berhubungan dengan Gravitasi. Teori relativtas terdiri dari dua teori fisika, yaitu teori relativitas umum dan teori relativitas khusus. Teori relativitas khusus menggambarkan perilaku ruang dan waktu dari perspektif pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan fenomena terkait.
Teori relativitas umum Einstein yang diterbitkan pada tahun 1915, mengaitkan gravitasi dengan struktur ruang dan waktu. Pada saat menerbitkan teori relativitas, Einstein mendapatkan beberapa rumus matematis yaitu
Dimana :
 = massa benda bergerak
 = massa diam benda ( tak bergerak )
= kecepatan benda bergerak
    = kecepatan cahaya
Apabila kita tafsirkan rumus diatas, kita dapat menemukan hubungan antara kecepatan benda bergerak dengan massa benda yang bergerak.
Kita asumsikan bahwa nilai v adalah suatu nilai yang besar dengan ketentuan ,
a.      Apabila v besar maka v2 besar.
b.      Apabila v2 besar, maka  besar, dengan c2 adalah harga kecepatan cahaya yang selalu konstan.
c.       Apabila  besar, maka  keci.
d.      Apabila  kecil, maka  kecil.
e.       Apabila  kecil, maka  besar
Jadi, apabila v besar maka m besar, artinya apabila kecepatan benda bergerak besar maka massa benda yang bergerak juga besar, berlaku juga sebaliknya.
Rumus Einstein lain yang berkaitan dengan relativitas adalah E = mc2, dimana E = Energi, m = massa dan c = kecepatan cahaya, dalam rumus tersebut terlihat bahwa apabila benda yang mempunyai massa diberikan kecepatan cahaya, maka akan menghasilkan suatu energi yang sebanding dengan massa benda tersebut. Dikatakan sebanding karena apabila massa suatu benda semakin besar, maka energi yang dihasilkan juga semakin besar, begitu juga sebaliknya. Sehingga apabila kita hubungkan kedua rumus relativitas ini, kita memperoleh kesimpulan lain yang lebih jauh bahwa, semakin besar kecepatan suatu benda yang bergerak, maka semakin besar juga energi yang dihasilkan.
3.      Annhilasi dan Teleportasi
Alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. Secara umum alam terbentuk atas materi dan energi. Bisa dikatakan materi adalah bentuk energi yang termampatkan. Sebagaimana konsep kesetaraan massa dan energi yang dirumuskan oleh Einstein, E = mc2, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi. Setiap objek berwujud yang ada dalam alam semesta ini, pada dasarnya tersusun atas materi-materi submikroskopik yang kita kenal dengan istilah atom, proton dan neutron serta dikelilingi elektron.
Pasangan materi adalah anti materi. Materi adalah objek bermassa positif sedangkan antimateri atau antipartikel adalah objek bermassa negatif. Bagaimana materi dan antimateri bersatu?
Apabila kita berfikir sekilas, dengan materi yang bermassa positif dan anti materi yang bermassa negatif, apabila bertemu, maka tentu saja massa benda tersebut akan menjadi nol, lalu timbul pertanyaan jadi apakah benda tersebut? Hal inilah yang nantinya ditegaskan oleh teori annhilasi.
Teori annhilasi mengemukakan bahwa setiap materi mempunyai anti materinya. Jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma. Annhilasi disebut juga proses pemusnahan terjadi ketika massa antimateri menghapus massa materi, sehingga keduanya lenyap dan menjelma menjadi 2 foton gamma dengan massa yang bernilai nol.
Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma.
Sebaliknya, proses penciptaan (creation) terjadi jika foton berada pada medan tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi hal inilah yang dinamakan Teleportasi. Hal inipun telah dicobakan di laboratorium nuklir bahwa apabila ada dua berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut. Proses Annhilasi dan teleportasi ini bisa berlangsung berulang-ulang seperti siklus.
Pada pembahasan kecepatan cahaya pada poin diatas, kita mendapatkan sebuah pengetahuan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik, hal ini sepertinya juga diyakini oleh Einstein, karena teori relativitasnya digunakan untuk menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetik bergerak secara konstan tidak dipengaruhi oleh gaya grafitasi Newton. Yang berarti kecepatan gelombang elektromagnetik yang merupakan kecepatan dari cahaya berlaku konstan dan tidak dipengaruhi oleh gaya grafitasi. (id.wikipedia.org,6 April 2015)
Menurut teori gelombang elektromagnetik, suatu berkas sinar akan tampak oleh mata manusia apabila gelombang-gelombang yang dihasilkan cukup pendek sedangkan gelombang yang lemah itu, memancarkan gelombang yang sangat panjang sehingga manusia tidak mampu melihatnya (Nurkhadimah,2015:59)
Proses annhilasi menghasilkan sinar gamma, sinar gamma merupakan salah satu spektrum gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi paling besar dan panjang gelombang terkecil (ranihdyt.blogspot.com,6 April 2015). Sehingga hasil dari poses Annhilasi yang menghasilkan sinar gamma merupakan proses perubahan materi melalui anti materi menjadi seberkas cahaya yang nampak oleh penglihatan manusia.
G. Integrasi dan Interkoneksi antara Isra’ dan Sains Modern
Setelah kita mengetahui latar belakang dan proses Isra’ yang terdapat dalam Al-qur’an maka kita dapat mengintegrasikannya dengan ilmu sains khususnya dalam perjalanan malam Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Ada tahapan dari Isra’ yang dianggap mustahil oleh sebagian orang, bahkan menganggap bahwa hal itu hanyalah kebohongan semata. Namun, setelah adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat, perlahan-lahan kemustahilan tersebut menemui titik terang. Bahkan konsep sains yang ada dalam peristiwa Isra’ juga terdapat dalam Al-qur’an.
Dalam Al-qur’an Surat Al –Isra’ ayat 1 disebutkan bahwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga pada masa itu, peristiwa tersebut merupakan suatu kemustahilan, mengingat bahwa kendaraan yang ada pada waktu itu adalah unta dan keledai. Untuk melakukan perjalanan dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina. memerlukan waktu berbulan-bulan. Pada sekitar abad ke 18, ilmuan-ilmuan seperti Galileo dan Bradley menemukan suatu kecepatan yang sangat cepat, yaitu kecepatan cahaya. Kemudian pada abad ke 20, Einstein juga mengemukakan bahwa kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang paling tinggi, yaitu berkisar antara 2,998 x 105 km/detik atau dibulatkan menjadi 300.000 km/detik.
Jauh sebelum besaran tersebut ditemukan, ternyata di dalam Al-qur’an telah memberikan informasi tentang hal tersebut, yang terdapat dalam Al-qur’an As-Sajdah ayat 5, yang artinya :
Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian naik (kembali) kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya sama dengan seribu tahun menurut hitungan kamu.”
Berdasarkan ayat di atas, seorang ahli fisika dan matematika dari mesir yang bernama Mansour Hassab El Naby, berhasil menghitung kecepatan cahaya. Jarak yang dicapai sang urusan selama 1 hari sama dengan jarak yang ditempuh bulan selama 1000 tahun atau 12.000 bulan. Jarak yang ditempuh oleh malaikat dalam 1 hari = jarak yang ditempuh oleh bulan selama 1000 tahun atau 12.000 bulan.
c. t = 12.000 . L
Dimana, c adalah kecepatan cahaya yang akan dihitung, t adalah waktu selama satu hari, dan L adalah panjang rute edar bulan selama satu bulan.
Untuk menghitung lebih lanjut, perlu diketahui bahwa dalam bidang astronomi dikenal 2 macam sistem kalender bulan, yaitu :
1.      Sistem Sinodik, yaitu kalender bulan yang didasarkan pada penampakan semu gerak bulan dan matahari apabila dilihat dari bumi.
1 hari               = 24 jam
1 bulan             = 29,52059 hari.
2.      Sistem sideral, yaitu kalender bulan yang didasarkan pada pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta. Berdasarkan sistem sideral ini :
1 hari               = 23 jam 56 menit 4,0906 detik
1 bulan             = 27,321661 hari.
Dalam bidang astronomi pula, kecepatan bulan (v) ada 2 macam, yaitu :
1.      Kecepatan relatif terhadap bumi, yang besarnya dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut.
v* = 2 π R / T
dengan R adalah jari-jari revolusi bulan (384.264 km), T adalah periode revolusi bulan (655,71986 jam)
sehingga diperoleh harga v* = 3.682,07 km/jam.
2.      Kecepatan relatif terhadap bintang dan alam semesta
v = v* . cos α
Bila dihitung lebih lanjut, maka kecepatan cahaya diperoleh sebagai berikut.
C = 12.000 . (v* . cos α ) . T/t
Sehingga diperoleh harga C = 299.792,5 km / detik.
Harga C tersebut merupakan hasil terbaik untuk menentukan kecepatan cahaya.
Berdasarkan penemuan perhitungan kecepatan cahaya di atas, maka dapat mendukung terjadinya peristiwa perjalanan singkat Nabi Muhammad SAW. Tetapi, tidak mungkin bahwa tubuh Nabi Muhammad SAW yang tersusun dari materi, dapat bergerak dengan kecepatan cahaya. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa materi yang bergerak menyamai kecepatan cahaya akan mengalami pergesekan yang sangat besar dengan udara, sehingga akan menimbulkan panas yang sangat tinggi, dan akhirnya terbakar dan hancur. Sehingga tidak mungkin apabila Nabi Muhammad melakukan Isra’ dengan badan materinya. Pastilah ada sesuatu yang terjadi pada tubuh Nabi Muhammad SAW. Padahal, dalam tafsir Al-qur’an surat Al-Isra’ ayat 1, dijelaskan bahwa jiwa dan raga Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra’. Hal tersebut dapat didukung dengan adanya teori annhilasi.
Teori annhilasi mengatakan bahwa suatu materi bisa berubah menjadi cahaya atau sinar gamma jika direaksikan dengan anti materinya. Dalam pembahasan sejarah Isra’ Miraj pada sub bab sebelumnya, diceritakan bahwa sebelum berangkat Isra’, hati Rasulullah disucikan menggunakan air zam-zam oleh malaikat Jibril. Hati merupakan pusat energi pada tubuh manusia. Menurut Agus Mustofa, dalam bukunya yang berjudul Terpukau di Sidratul Muntaha, Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem energi dalam tubuh Rasulullah saat proses pembelahan hati. Seluruh badan material Rasulullah di annhilasi oleh jibril menjadi badan cahaya. Sebagai makhluk cahaya, Jibril sangat memahami proses annhilasi. Namun, hingga saat ini, proses annhilasi baru dilakukan pada partikel yang berukuran kecil. Karena ketika proses ini dilakukan pada manusia sebagai objeknya, dikhawatirkan akan terjadi kesalahan yang mengakibatkan kematian.
Peristiwa annhilasi dapat terjadi pada materi yang ada pada tubuh Nabi Muhammad SAW,  selain karena Malaikat Jibril yang melakukannya, ada energi positif yang sangat besar yang berasal dari masjid, sebagai tempat peribadatan. Selain itu, selama perjalanan tersebut, Allah memberkahi apa yang ada disekelilingnya agar badan Rasulullah tidak menjadi badan materi sebelum waktunya. Jadi, dengan proses annhilasi yang terjadi pada materi rasulullah, perjalan Isra’ menggunakan kecepatan cahaya mungkkin terjadi. Kemudian untuk perubahan dari badan cahaya menjadi materi kembali juga sudah ada teori yang mendukungnya, yaitu teori teleportasi.
Menurut teori teleportasi, seberkas cahaya atau sinar gamma, dapat berubah menjadi partikel apabila melewati suatu medan tertentu. Jika dikaitkan dengan peristiwa Isra’, dimana Rasulullah sampai di Masjidil Aqsha yang memiliki energi positif yang sangat besar yang mampu mengubah badan cahaya Rasulullah menjadi badan materi kembali. Sehingga proses teleportasi terjadi di Msjidil Aqsha. Hal ini didukung dengan sejarah Isra’ yang mengatakan bahwa Rasulullah dan Jibril melaksanakan Shalat Sunah 2 rakaat dalam bentuk materi.
Pada perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, Rasulullah mengunakan badan cahaya. Kemudian sesampainya di Masjidil Aqsha, Rasulullah berubah kembali menjadi badan materi. Proses tersebut dapat kita jelaskan menggunakan teori Annhilasi dan teleportasi. Namun pada perjalanan ketika Rasulullah naik ke Sidratul muntaha, kita tidak dapat menggunakan kedua hal tersebut untuk mendukung adanya proses Mi’raj. Hal tersebut dikarenakan badan Rasulullah telah menjadi badan materi kembali. Proses Mi’raj dapat dijelaskan menggunakan teori relativitas waktu serta pengetahuan tentang perjalanan dimensional atau perjalanan antar dimensi yang dapat di kaji lebih mendalam lagi oleh pembaca.


BAB III
PENUTUP
Ranah integrasi interkoneksi dari makalah kami adalah ranah filosofis. Ranah filosofis yang kami maksudkan adalah keterkaitan antara ilmu fisika, kimia, serta ilmu matematika. Teori dalam fisika yaitu mengenai kecepatan cahaya serta relativitas. Kemudian ilmu kimianya yaitu teori annhilasi dan teleportasi. Untuk melakukan perhitungan dari kecepatan cahaya dan keterkaitannya dengan teori lain menggunakan ilmu matematika. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu disiplin ilmu selalu bergantung pada disiplin ilmu lainnya.
Model integrasi interkoneksi yang kami gunakan dalam makalah ini adalah konfirmatif. Dalam hal ini, ilmu fisika, kimia, dan matematika memberikan penegasan kepada disiplin ilmu lain dalam mendukung kebenaran terjadinya proses Isra’.
Kesimpulannya, peristiwa Isra’ Mi’raj dapat dinalar dengan menggunakan rasio dan didukung menggunakan teori sains yang ada saat ini. Pada peristiwa Isra’, dapat didukung menggunakan kecepatan cahaya dan teori relativitas. Kemudian dalam keadaan Rasulullah dalam proses perjalannya dapat didukung dengan teori Annhilasi dan Teleportasi. Hal tersebut juga sesuai dengan Al-qur’an surat Al-Isra ayat 1. Kemudian untuk Mi’raj dapat dijelaskan menggunakan teori relativitas waktu serta pengetahuan tentang perjalanan dimensional atau perjalanan antar dimensi yang dapat dikaji lebih mendalam oleh pembaca.
Saran untuk pembaca, diharapkan mengkaji lebih mendalam mengenai peristiwa Isra’ yang dikaitkan dengan sains modern agar dapat diterima oleh seluruh umat islam pada khususnya, dan orang awam non islam pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1995. Mutiara Isra’ Mi’raj. Jakarta: Bumi Aksara.
Alim, Sahrul.1996. Menguak Keterpaduan Islam dan Sains. Yogyaakarta: Dinamika.
Bundjali, Bunbun. 2002. Kimia Inti. Bandung: ITB.
Gribbin, John. 2003. Fisika Kuantum. Jakarta: Erlangga.
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_relativitas, diakses tgl 6 Apr 2015 jam 23:35
Nurkhadima. 2015. Cahaya dalam Perspektif Al-qur’an dan Sains. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Grup.
Purwanto, Agus. 2013. Ayat-Ayat Semesta : Sisi-Sisi Al-qur’an yang terlupakan. Bandung : Mizan Media Utama.
Solikhin, Muhammad. 2013. Berlabuh di Siratul-Muntaha. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Wardhana, Wisnu Arya. 2009. Melacak Teori Einstein dalam Al-qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LoA (Law of Attraction)

  LoA ( Law of Attraction )   Law of Attraction adalah hukum tarik menarik. Kita menarik sesuatu yang menurut kita sesuai dengan diri k...