BAB I
PENDAHULUAN
Isra’
Mi’raj
merupakan peristiwa yang sangat besar dan penting dalam sepanjang sejarah
islam. Isra’ Mi’raj
murni merupakan peristiwa kenabian yang bukan untuk diteladani, namun dapat
diambil hikmah dan dipelajari pesan tersembunyi di dalamnya. Satu-satunya hasil
perjalanan Isra’ Mi’raj yang langsung mengena dan harus dijalankan oleh seluruh
umat Islam adalah sholat wajib lima waktu dalam sehari semalam.
Sehingga tidak heran apabila peristiwa ini dikenang sepanjang masa dan
diperingati sebagai peristiwa besar dalam sejarah islam, baik dalam konteks
keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan.
Dengan Isra’ Mi’raj maka keterpilihan Nabi Muhammad SAW sebagai kekasih
Allah tampak jelas dan tegas. Ketika Nabi Muhammad SAW merasakan kesedihan
karena wafatnya paman Abu Thalib dan istrinya Siti Khadijah serta penolakan
sebagian masyarakat Mekah, kemudian Allah berkenan menghibur sang Nabi dengan
memperjalankannya melintasi alam semesta yang begitu luas.
Peristiwa Isra’ Mi’raj ini tidak sepenuhnya dapat
diterima oleh akal pikiran manusia karena pada zaman tersebut suasana peradaban
yang tergolong terbelakang dari sisi sains dan teknologi. Rasulullah mengalami
perjalanan yang sangat mengherankan bahkan bisa disebut mustahil. Menurut
masyarakat pada zaman itu, peristiwa tersebut sama sekali tidak masuk akal
karena tidak mungkin seorang manusia bisa menempuh jarak sejauh itu dengan
waktu kurang dari satu malam. Sehingga mereka menganggap bahwa Rasulullah hanya
berbohong belaka. Tetapi dalam benak mereka muncul suatu keraguan bahwa Nabi Muhammad
SAW dikenal sebagai orang yang tidak pernah berbohong.
Jangankan pada zaman
Rasulullah, yang belum mengenal teknologi bahkan pada zaman modern seperti
sekarang ini, masih ada yang meragukan kebenaran peristiwa ini. Oleh karena
itu, penulis terdorong untuk menyajikan fakta-fakta yang bisa menguatkan
pembaca guna memberikan gambaran yang lebih rasional tentang peristiwa
perjalanan Isra’
Mi’raj. Bagaimana dan seperti apa perjalanan yang telah
dilakukan Rasulullah? Apakah beliau masuk ke sebuah pesawat dan duduk
berhadapan dengan malaikat JIbril? Atau seperti naik kuda dan beriringan dengan
malaikat Jibril? Jika demikian, maka ada peluang beliau tiba dengan keadaan
yang awut-awutan. Tetapi, Nabi Muhammad SAW tiba dengan keadaan sehat, segar bugar
ketika menyampaikan kepada para sahabat dan masyarakat sekitar keesokan
harinya. Dan mengapa bukan pada siang hari? Mengapa kejadian itu terjadi ketika
malam hari?
Dalam makalah ini, dikarenakan
keterbatasan dari penulis, maka penulis
hanya membahas tentang bagaimana Isra’ itu terjadi dan mengaitkannya dengan
ilmu pengetahuan (sains). Mi’raj sendiri tidak menjadi bahasan dalam makalah
ini karena menurut kami, pembahasan mengenai Mi’raj karena Mi’raj dipandang
sebagai perjalanan keluar dari dimensi ruang dan waktu. Di dalam jagat raya dua dimensi masih terdapat ruang
ekstra diluar jagat raya. Jika ruang antar bintang maupun antar galaksi
dipandang sebagai langit-langit material, maka langit immaterial adalah langit yang
berada diruang ekstra. Karena ruang ekstra tersebut berada diluar ruang
material, maka hukum-hukum ruang-waktu yang yang dikenal oleh manusia umumnya,
bisa jadi tidak berlaku disana sehingga perjalanan Mi’raj melalui beberapa
lapis langit dapat berlangsung secara singkat.
Penulis mencoba mengintegrasikan
dan menghubungkan
antara ayat Al-qur’an tentang perjalanan Rasulullah dan hadist dalam peristiwa Isra’
dengan ilmu sains modern agar dapat diterima akal pikiran manusia.
Melalui tulisan ini, diharapkan dapat memberikan
gambaran yang lebih rasional tentang perjalanan Rasulullah dalam peristiwa Isra’
dengan ilmu sains modern kepada pembaca.
BAB II
ISI
A. Pengertian
Isra’ dan Mi’raj
Isra’ menurut bahasa berasal dari kata asra-yusri
adalah berjalan di waktu malam atau membawa pelita diwaktu malam. Tentang makna ini
diungkap didalam Al-qur’an surat
Al
Dukhan (44) ayat 23 dan surat
Hud (11) ayat 81. Sedangkan menurut istilah, Isra’ adalah perjalanan Nabi di
waktu malam hari dari Masjid Al-Haram Mekah ke Masjid Al-Aqsha Palestina dalam
waktu relatif singkat menjelang Mi’raj. Ini ditegaskan dalam surat al-Isra (17) ayat 1 secara
eksplisit.
Mi’raj secara bahasa berarti ‘araja-ya’ruju
berarti alat untuk naik atau tangga. Hal ini sejalan dengan Al-qur’an surat al-Ma’arij (70)
ayat 3. Menurut istilah, Mi’raj adalah naiknya Nabi Muhammad SAW, dari Masjid
Al-Aqsha ke langit sampai Sidratul Muntaha, terus sampai ke tempat yang paling
tinggi untuk menghadap kepada Allah SWT. Tentang Mi’raj Al-qur’an tidak pernah
menyebutkan secara ekspisit, namun para ulama menyimpulkan bahwa surat al-Isra’
(17) ayat 60 dan an-Najm (53) ayat 1-18 merupakan hujjah bagi peristiwa
Mi’raj, apalagi esensinya sama dengan hadist-hadist Mi’raj.
Kedua peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 27
Rajab satu tahun sebelum hijrahnya Nabi atau tahun ke-12 setelah kerasulan,
tepatnya tahun 622 Masehi. Hal ini disampaikan oleh kebanyakan ahli sejarah,
yang mengatakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi ketika Rasul akan hijrah ke Madinah
kira-kira satu setengah tahun lagi (pertengahan tahun 12 dari kenabian).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun 622 Masehi.
Namun, pada berbagai buku sejarah, dikemukakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada
tahun 621 M atau tahun 10/11 dari kenabian. Jumhur ulama menyebutkan tanggal 27
Rajab. Dirunut dengan sistem Gregorian Converter edisi 1996-1997, malam
27 Rajab pada tahun 621 M, berada pada hari Selasa malam Rabu, sedangkan malam
Jum’atnya tanggal 29 Rajab berpendapat dengan 26 Februari 621 M. Penanggalan
yang lebih masuk akal, Isra’ Mi;raj terjadi pada malam Jum’at 27 Rajab
bertepatan tanggal 7 Maret 620 M.
B. Latar
Belakang Terjadinya Isra’ Mi’raj
Selama 12 tahun dari kerasulan Nabi Muhammad
merupakan tahun-tahun yang berbahaya. Rasulullah menghadapi masyarakat yang
masih banyak yang acuh tak acuh, mendustakan agama, bahkan sampai menyerang
Rasulullah secara terang-terangan. Masuk Islamnya Umar bin Khattab, seorang
tokoh Quraisy yang mempunyai
pengaruh besar, memberikan angin segar bagi Rasulullah. Namun,
kaum Quraisy menjadi marah karena merasa tokoh mereka dijebak. Mereka kemudian
menggunakan semua daya dan upaya untuk menangkan Rasulullah, namun hasilnya
sia-sia. Sebab, ada Abu Thalib, paman Rasulullah, satu-satunya bangsawan dari
Bani Hasyim yang cukup berwibawa, dihormati dan ditakuti. Peristiwa dan tekanan
dari suku Quraisy yang bertubi-tubi merupakan tempaan tersendiri bagi keyakinan
Rasulullah.
Pada tahun ke-12 kerasulan, istri Nabi Muhammad SAW
yaitu Siti Khadijah binti Khuwalid sebagai pendamping dalam perjuangan
Rasulullah SAW dan paman Rasulullah, Abu Thalib, meninggal dunia. Peristiwa ini
membuat kondisi Nabi Muhammad menjadi kritis. Salah satunya karena paman Nabi
meninggal dunia belum membawa iman yang diharapkan.
Para ulama berpendapat bahwa peristiwa kematian
istri dan pamannya merupakan latar belakang dan kasualitas pada proses
terjadinya Isra’ Mi’raj.
Disamping karena paman dan istrinya wafat, seruan di Thaif, tempat
kediaman berbagai suku Arab dan di musim-musim mereka, semuanya belum
membuahkan hasil.
C. Riwayat
Isra’ Mi’raj
Pada suatu malam, terbukalah atap rumah
Nabi di Mekah, diringi dengan turunnya Jibril menjemput Rasulullah, lantas
dibawa ke Ka’bah. Didekat Ka’bah yakni pada Hijr, Rasulullah berbaring
antara tertidur dan terjaga. Kemudian Jibril memegang beliau, kemudian membelah
dada beliau diantara bawah leher sampai pusar. Hati beliau dibersihkan dan
disucikan dengan air Zamzam yang kemudian dipenuhi dengan iman dan hikmah,
serta diliputi dengan sikap belas kasihan (hilm), ilmu, keyakinan dan
keislaman, lantas ditangkupkan kembali.
Kemudian kepada beliau didatangkan sejenis kendaraan
yang bentuknya panjang dan warnanya putih bersih, setiap kali melangkah,
sampailah ia hingga habis pemandangan manusia, dan kendaraan itu dinamakan
Jibril dengan Buraq.
Dari Ka’bah, Rasulullah diiringi Jibril menuju Bait
al Maqdis di Palestina. Sesampainya di Palestina, Buraq ditambatkan pada
tempat dimana Nabi-Nabi terdahulu melakukan hal yang sama. Kemudian beliau
memasuki kompleks masjid melakukan sholat dua rakaat, setelah itu keluar lagi.
Jibril membawakan du bejana berisi arak dan susu,
Nabi disuruh memilih, dan beliau memilih susu dan meminumnya. Setelah habis
sepertiga,
Rasulullah berhenti minum. Jibril berkata pada beliau bahwa beliau telah
memilih di atas fithrah.
Seandainya Nabi memilih arak, niscaya sesatlah umat beliau.
Sesudah itu, Rasulullah diiringi Jibril bertolak
dari dari kubah batu, mengendarai Buraq ke langit pertama. Sesampainya
di langit pertama, Jibril meminta izin untuk melaluinya. Oleh penjaga langit,
ditanya “ Siapakah ini?”. Dijawab, “Jibril.” Ditanyakan juga, “Siapakah yang
bersama engkau?” Jawabnya, “Muhammad.” Kemudian ditanyakan, “Apakah telah
mendapat panggilan?” Jibri menjawab, “Ya, ia telah mendapat panggilan.” Sesudah
mendengar jawaban itu, penjaga langit membukakakn pintu untuk Nabi dan Jibril
sembari mengucapkan sambutan yang baik terhadap kedatangan Nabi. Prosesi
penyambutan serta penghormatan tersebut yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW
selalu berulang setiap kali memasuki pintu setiap langit.
Di langit pertama, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan
Nabi Adam, dan Jibril meminta Rasulullah untuk memberikan salam yang disambut
Nabi Adam dengan salam yang lebih baik sambil menyambut kedatangan Rasulullah
serta mendoakan kebaikan baginya layaknya sambutan seorang ayah kepada anaknya.
Nabi Muhammad SAW
melihat sayup-sayup yang hitam di sebelah kanan dan sebelah kiri Nabi Adam. Apabila Nabi Adam menoleh
kekanan, beliau kelihatan tertawa, ketika melihat kekiri, beliau menangis. Hal
ini ditanyakan Nabi dan dijawab oleh Jibril bahwa itulah roh-roh anak keturunan Adam. Yang sebelah
kanan adalah ahli surga dan sebelah kiri adalah ahli neraka.
Kemudian Rasulullah melanjutkan Mi’rajnya ke langit
kedua. Di langit ini, Nabi bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya. Sambutan, salam,
penghormatan dan doa pun diberikan keduanya kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sikap seorang saudara
terhadap saudaranya yang bertandang. Perjalanan dilanjutkan ke langit ketiga
dan beliau bertemu dengan
Nabi Yusuf. Sikap penghormatan dan ketakziman diberikan Yusuf kepada
saudaranya.
Beliau melanjutkan perjalanannya ke langit keempat
dan bertemu dnegan Nabi Idris, manusia pertama yang mengenalkan sistem baca tulis, mengenalkan mesin
jahit, pengolahan besi dan logam serta mengenalkan seni musik. Nabi Idris pun
memberi sambutan selayaknya sebagai seorang saudara. Perjalanan dlanjutkan ke
langit kelima dan bertemu dengan Nabi Harun. Rasulullah naik ke langit keenam
dan berjumpa dengan Nabi
Musa. Saat itu, Nabi Musa sedang bersedih dan mengatakan kepada Rasulullah,
“Karena saya mengetahui bahwa ada seorang pemuda yang diutus oleh Allah di masa
sesudah saya, umatnya akan lebih banyak masik surga daripada umat saya.”
Perjalanan dilanjutkan ke langit ketujuh, Beliau
bertemu dengan Nabi Ibrahim. Diatas langit ketujuh inilah Rasulullah
diperlihatkan Baitul Makmur, sebuah rumah ibadah (masjid) para malaikat
yang setiap harinya ada 70.000 malaikat yang memasukinya yang apabila mereka keluar
maka mereka tak akan bisa memasukinya kembali. Letak Baitul Makmur
persis sejajar dengan letak Ka’bah, apabila jatuh, tentulah persis diatas
Ka’bah. Hal
ini sesuai dengan hadist Nabi
Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabary dari sanad Said bin Abi “Arubah
dari Qatadah.
Kemudian Nabi dinaikkan ke Sidratulmuntaha atau al-Mustawa
dimana Rasulullah melihat daun-daun
sidrah yang lebar dengan buah-buahnya yang besar-besar. Dari sidrah itu terbit empat aliran sungai, yang dua adalah
sungai surga, yang dua
lainnya
adalah sungai Nil dan Eufrat. Kemudian, Nabi disodori tiga buah bejana yang
berisi arak, madu dan susu, dan Rasulullah memilih susu yang dikomentari Jibril
bahwa itulah fithrah (asal kejadian
yang masih suci dan murni) dimana Rasulullah dan umatnya berada.
Rasulullah juga melihat sidrah itu tertutupi berbagai warna yang tidak bisa diketahui
keadaan yang sesungguhnya dan tidak bisa dilukiskan. Disana pula Nabi mendengar
gerak gerik dan suara al-qalam (pena
Allah) yang selalu menuliskan segala kejadian.
Diantara Sidratulmuntaha juga terdapat surga, dimana
Nabi Muhammad SAW
melihat wujud Jibril yang sesungguhnya. Kemudian Rasulullah dibukakan hijab,
lalu beliau menerima wahyu dari Allah.
Rasulullh menerima wahyu sholat lima waktu dari 50
kali yang diterimanya dengan baik dan dibawanya sebagai kewajiban bagi umatnya. Awalnya, Nabi menerima perintah
sholat 50 kali. Namun, pada saat turun, ketika sampai pada Nabi Musa, Nabi SAW
ditanya tentang apa yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad untuk
umatnya. Rasulullah menjawab, sholat lima puluh kali sehari semalam.
Nabi Musa menganjurkan supaya Nabi Muhammad SAW kembali ke hadirat Allah memohon
keringanan kewajiban berat tersebut. Nabi Musa berkata bahwa, beliau yakin umat
Nabi Muhammad SAW
tak akan sanggup mengerjakan. Beliau sudah menguji umatnya, Bani Israil, ternyata
tidak sanggup melakukan
hal
seperti itu. Ditambah, menurut beliau, umat Nabi Muhammad SAW mempunyai perawakan yang kecil, umurnya pendek, hatinya lemah dan mudah dipengaruhi oleh sesuatu.
Akhirnya Nabi menghadap ke hadirat Allah untuk
meminta kekurangan dan dikurangi lima kali. Namun, setiap bertemu dengan Nabi
Musa selalu diminta untuk memohon keringanan. Nabi Muhammad SAW kembali dan dikurangi
lima kali. Begitu seterusnya hingga sampai lima kali sehari semalam. Namun,
Nabi Musa masih menganjurkan untuk meminta keringanan lagi. Jawab Nabi Muhammad
SAW, beliau malu untuk meminta keringanan lagi karena Allah sudah menetapkan sholat
lima waktu itu dan tidak perlu dikurangi. Namun, meskipun demikian, pahalanya
tetap dan tidak diubah atau dikurangkan, pahalanya tetap 50 waktu, serta
tiap-tiap orang yang melakukan kebajikan sekali, mendapat pahala sepuluh kali,
dan barangsiapa yang melakukan kejahatan sekali maka hanya akan ditulis sekali
dosanya.
Nabi Musa menanggapi bahwa, umat Nabi Muhammmad SAW sangat beruntung, karena umurnya
pendek, amalannya
sedikit namun pahalanya besar. Nabi Muhammad SAW pun berpamitan dan Nabi Musa mengucapkan
selamat jalan.
Rasulullah juga diajak ke surga menyaksikan
keindahan-keindahan dan kesenangan.
D. Tentang
Isra’ Mi’raj
Peristiwa ini
merupakan hal yang unik dan diluar batas pemahaman atau taraf berpikir manusia.
Apalagi dengan keadaan masyarakat pada zaman Rasulullah mengalami kejadian
tersebut. Bisa dikatakan, pemikiran pada zaman tersebut sangat tradisional atau
jalan berpikir dari masyarakat Arab jaman itu sangat tradisional. Sehingga bagi
mereka perjalanan Nabi tersebut diluar nalar. Namun, ada juga yang yang
mempercayai perjalanan Nabi tersebut.
Tanggapan masyarakat pada waktu itu tergolong
kedalam 3 golongan yaitu :
a. Kelompok
yang membenarkan adanya Isra’
Mi’raj
b. Kelompok
yang ragu-ragu terhadap peristiwa tersebut
c. Kelompok
yang tidak percaya peristiwa tersebut bahkan secara terang-terangan menolak
adanya peristiwa tersebut.
Ada beberapa pendapat mengenai detail jumlah berapa
kali dan kapan Isra’ Mi’raj ini terjadi. Secara umum, sudut pandang para ulama
dapat dibagi menjadi (Sholikhin,2013:46-49) :
1.
Jumhur ulama,
para ahli hadist, para ahli fiqh, dan ahli ilmu kalam, Isra’ Mi’raj terjadi
semalam dan dilakukan Rasulullah dalam keadaan terjaga, serta dengan jasad dan
ruh beliau. Menurut Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari bi Syarh Shahih Imam al-Bukhari,
menambahi bahwa pendapat ini berdasarkan dalil-dalil yang autentik, kabar-kabar
yang nyata, dan hadist-hadist yang shahih, sehingga diyakini benar-benar jelas
dan tidak memerlukan takwil lagi.
2.
Ibnu Masarah dan
kawan-kawannya berpendapat bahwa MI’raj hanya terjadi didalam mimpi dan terjadi
dua kali dalam dalam diri Rasulullah. Pertama dalam keadaan mimpi sebagai
persiapan dan penjajagan, dan kedua dalam keadaan terjaga.
3.
Al Mulhib pen-syarah
al Bukhari, seperti yang diungkapkan Tha’ifah, Abu Nashr bin al-Qusyairi dan
Abu Sain dalam Syaraf al Mushthafa, bahwa Rasulullah telah melakukan
Mi’raj berkali-kali, kadang dalam keadaan terjaga, kadang dalam keadaan mimpi.
4.
As Suhali, Ibnu
Arabi, dan kelompoknya berpendapat bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi dalam
mimpi. Hal ini senada dengan hadist yang diriwayatkan Syarik bin Abdullah dari
Anas bin Malik : “Peristiwa Isra’ terjadi dalam mimpi sebelum Muhammad bin
Abdullah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, serta sebelum masa pewahyuan.” Namun,
tidak ada ulama yang membenarkan riwayat ini.
5.
Para ahli hadist
yang lahir dalam kurun terakhir berpendapat bahwa Isra’ terjadi pada suatu
malam dan Mi’raj terjadi dalam mlam yang lain.
6.
Sebagian umat
Islam berpendapat bahwa peristiwa Isra’ terjadi dalam keadaan sadar, sedangan
Mi’raj terjadi dalam keadaan mimpi.
7.
Sebagian umat
Islam berpendapat bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi di Madinah. Pendapat ini
tidak mempunyai dasar argumen yang bisa dipertanggungjawabkan. Pendapat yang
mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi sebelum pengangkatan Muhammad sebagai
Nabi dan Rasul dan peristiwa ini terjadi lebih dari semalam tidak bisa diterima
dan bahkan dikesampingkan.
Bagi Allah, semua yang Dia kehendaki
pasti terjadi dan tidak akan pernah gagal. Seperti yang telah disebutkan dalam Al-qur’an
surat Hud ayat 107 :
Artinya : mereka
kekal didalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia
kehendaki.
*Alam akhirat mempunyai langit dan
bumi tersendiri.
Ayat diatas mengartikan bahwa apapun yang telah
dikehendaki Allah pasti terlaksana dengan nyata. Jika dilihat dari segi hukum
aqli, peristiwa Isra’ Mi’raj termasuk hukum jaiz aqli artinya peristiwa
ini termasuk perkara yang dapat terjadi dan bukan hal yang mustahil dan aneh.
Allah Maha Berkuasa dan Berkehendak, sehingga peristiwa ini tak mungkin
mustahil atau hanya karangan orang terdahulu saja. Isra’ Mi’raj merupakan
kehendak-Nya untuk mengetes keimanan seseorang dan menunjukkan kekuasaan-Nya
yang tak terbatas.
Sebagai perbandingan, Allah telah menciptakan alam
semesa ini beserta isinya, mengatur alam semesta ini dengan begitu rapinya
hingga tak ada satupun planet yang bertabrakan, tidak ada planet yang berputar
terlambat 1 detik pun, maka bukan hal yang mustahil bagi Allah untuk meng-Isra’ Mi’raj-kan hambanya.
Saat ini, dunia makin modern. Manusia mampu untuk
menciptakan berbagai alat yang dapat mempermudah hidup mereka, menciptakan alat
yang sangat
hebat. Dengan alat buatannya, manusia mampu untuk berkeliling dunia dengan
waktu sekejap, mengetahui apa yang terjadi di dunia pada saat yang sama,
berjalan-jalan di bulan, dan lain sebagainya. Manusia yang ciptaan Allah saja
mampu menciptakan hal yang sangat hebat, apalagi Allah yang menciptakan
manusia. Meng-Isra’ Mi’raj-kan hamba-Nya dengan ruh dan jasad Nabi Muhammad SAW
sekaligus adalah hal yang sangat mudah dan tidak mustahil bagi-Nya. Apalagi
Isra’ Mi’raj telah tercantum dalam Al-qur’an dan Al-Hadist.
Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah peristiwa
yang penuh hikmah bagi kehidupan manusia, yaitu turunnya perintah sholat lima
waktu.
E. Tafsir
Al-qur’an tentang Isra’
Adanya peristiwa Isra’
telah dituliskan oleh Allah dalam surah – surahnya, adapun surah dalam Al-qur’an
yang paling jelas memaparkan tentang kejadian Isra’ adalah Al-qur’an suat Al
Isra ayat 1 yang dalilnya sebagai berikut :
Artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah
kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagaian dari
tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”
Menurut Agus Mustofa dalam bukunya yang berjudul
Terpukau di Sidrotul Muntaha dari ayat tersebut, ada 8 kata kunci yang dapat
menuntun pemahaman kita tentang perjalanan malam Rasulullah SAW, yaitu :
1.
Maha Suci Allah
yang, (Subhanalladzii)
2.
Memperjalankan (asraa)
3.
Hamba-Nya (‘abdihi)
4.
Malam hari (laila)
5.
Dari Masjidil
Haram ke Masjidil Al-Aqsha
6.
Kami Berkati
sekelilingnya (baaraknaa haulahu)
7.
Tanda-tanda
kebesaran Allah (linuriyahu min aayaatina)
8.
Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat (innahu huwassamii’ul ‘bashiir)
Yang pertama, Cerita tentang Isra’ di dalam firman
Allah tersebut dimulai dengan kata subhaanalladzi (Maha Suci Allah
yang), dari awalan tersebut dapat ditangkap bahwa Allah ingin memberi penegasan
pada kita bahwa perjalanan Rasulullah bukanlah perjalanan biasa. Melainkan
sebuah perjalanan yang luas biasa. Hal tersebut karena kata Subhanallah
diajarkan untuk diucapkan ketika kita menemui suatu kejadian yang luar biasa
atau menakjubkan. Maka ketika Allah memulai ayat Isra’ tersebut dengan kata Subhanallah,
dapat ditangkap bahwa Allah akan bercerita tentang sesuatu yang luar biasa di
kalimat-kalimat berikutnya. Sebagai pendukungnya banyak ayat yang mengajarkan
kita untuk mengucap Subhaanallah yaitu Al-qur’an surat Ali Imran ayat 190-191
dan Al-qur’an surat Al A’raaf ayat 54.
Kata kunci yang kedua yaitu asraa yang
artinya memperjalankan. Kata tersebut berarti bahwa, perjalanaan luar biasa itu
bukan kehendak Rasulullah SAW sendiri, melainkan kehendak Allah. Allahlah yang
telah memperjalankan Muhammad SAW. Dengan kata lain, Rasulullah SAW tidak akan
mampu melakukan perjalanan tesebut atas kehendaknya sendiri, karena perjalanan
ini terlalu dahsayat bagi seorang manusia. Sehingga Allah mengutus malaikat
Jibril untuk membawa Rasulullah melakukan perjalanan. Jibril dipilih Allah
karena Jibril adalah mahluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya sehingga
dapat melintasi dimensi yang kasat mata.
Selain itu Rasulullah juga ditemani oleh Buraq,
yang merupakan mahluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malaikat yang
dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq ini berasal dari
kata barqun
yang berarti kilat.
Poin yang ketiga adalah bi’abdihi yang
berarti hamba-Nya.
Ada dua makna yang terkandung dalam kata ini. Pertama, kata ‘abdi
menggambarkan bahwa Rasulullah SAW diperjalankan sebagai manusia seutuhnya (jiwa dan raganya).
Karena kata hamba menunjuk kepada totalitas diri seorang manusia. Makna
keduanya adalah tidak sembarang orang bisa melakukan perjalanan seperti yang
dialami Rasulullah. Yang dapat melakukan perjalanan ini hanya orang yang sudah
mencapai tingkatan tertentu di dalam kualitas beragamanya yaitu ‘abdihi, hamba Allah.
Poin yang ke empat adalah laila yang berarti
malam hari. Perjalanan ini dilakukan malam hari alasannya dapat dikaitkan dengan kata
kunci kedua. Yaitu bahwa perjalanan ini dijalankan oleh kehendak Allah.
Sehingga agar Nabi bisa mengikuti kecepatan Malaikat dan Buraq, maka
badan Nabi diubah menjadi badan cahaya oleh Jibril. Hal terebut sesuai dengan
penjelasan malam hari, karena pada siang hari radiasi sinar matahari sangat
kuat sehingga dapat membahayakan badan Rasulullah SAW yang sebenarnya bukan
badan cahaya. Selain itu malam hari juga memiliki arti penting dalam melakukan
komunikasi dengan Allah. Sesuai dengan perintah Allah untuk melakukan shalat
malam yang bernilai tinggi, yaitu shalat tahujud. Yang salah satu alasanya adalah
pada malam hari jiwa kita menjadi lebih fokus dan khusyuk sesuai dengan Al-qur’an
surat Al Muzammil ayat 6.
Poin yang kelima dari masjid ke masjid. Kemungkinan perjalanan dilakukan
dari masjid ke masjid karena didalam masjid terdapat banyak energi positif. Hal
itu karena masjid digunakan sebagai tempat untuk berbuat kebaikan seperti
shalat, dzikir dan sebagainya. Contohnya saja rumah akan terasa nyaman dan
dingin bila dipakai untuk shalat, dzikir, dan kebaikan lainnya. Apalagi Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa yang merupakan masjid berusia ratusan tahun, pasti menyimpan energi positif yang luar biasa besar. Dan
hubunganya dengan perjalanan itu adalah terkait dengan badan Rasulullah yang
telah berubah menjadi cahaya maka perlu penyesuaian dengan perubahan itu,
begitupula dengan tempat keberangkatan dan kedatangan.
Poin yang ke enam, diberkahi sekelilingnya. Perjalanan yang dilakukan
Rasulullah memang tidak lazim, maka Allah mempersiapkan fasilitas untuk menjaga
kelancarannya. Kata kunci keenam ini menggambarkan betapa Allah terus
mengendalikan proses perjalanan tersebut dan memberkahi sekelilingnya agar
tidak muncul kendala yang berarti,
Poin yang ketujuh, diperlihatkan tanda-tanda-Nya. Salah satu tujuan Allah membimbing
Rasulullah melakukan perjalanan ini adalah untuk memperlihatkan tanda-tanda
kebesaran Allah atas alam semesta ini kepada Rasulullah Muhammad SAW. Selain
itu perjalanan ini dimaksudkan untuk memantapkan hati Rasulullah SAW, setelah beliau mengalami tekanan
bertubi-tubi dalam perjuangan menyebarluaskan agama islam. Hal tersebut juga
terjadi pada rasul-rasul yang lain seperti Nabi Musa yang bertapa di gunung
Sinai(Al-qur’an Surat Al A’raf 143), Nabi Yunus yang ditelan ikan (Al-qur’an
Surat Al Anbiya’ 87), Nabi Ibrahim yang menghidupkan burung yang telah mati (Al-qur’an
surat Al Baqarah 260), Nabi Ayyub yang penyakitnya tak kunjung sembuh (Al-qur’an
surat Shaad 34 & 41). Melalui perjalanan ini Rasulullah dapat menceritakan
semua keindahan yang beliau lihat secara detail, karena setelah perjalan ini
Nabi Muhammad SAW memiliki peningkatan kemampuan melihat dimensi-dimensi lebih
tinggi di alam semesta. Selama
perjalanan Allah telah membuka hati beliau, sehingga menjadi kasyaf atau
terbuka.
Poin yang kedelapan, Maha Mendengar dan Maha Melihat. Kata kunci terakhir ini adalah
kalimat penegasan terhadap informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat
ini seakan-akan Allah memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia
ceritakan dalam ayat ini adalah benar. Hal itu karena berita ini datang dari
Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, maka tak perlu ada keraguan
tentang kisah Isra’.
F. Konsep
Sains yang Berhubungan dengan Isra’
Kita ketahui peristiwa Isra’ sangat jauh
dari nalar manusia, sehingga banyak orang yang mengganggap bahwa peristiwa ini
jauh dari kebenaran. Namun dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
dengan ditemukannya berbagai teori, kebenaran peristiwa Isra’ sedikit demi sedikit mulai terungkap. Adapun
teori-teori yang berkaitan dengan peristiwa Isra’ ini
adalah teori tentang kecepatan cahaya dan teori relativitas yang dikemukakan
oleh Eistein.
1.
Kecepatan Cahaya
Keberadaan
cahaya dibumi ini memang sangat banyak dampaknya pada kehidupan manusia,
sehingga tidaklah berlebihan apabila banyak ilmuan yang tertarik untuk mengkaji
tetang cahaya secara lebih mendalam. Akibatnya dari berabad-abad yang lalu
telah banyak dilakukan penelitian tentang cahaya baik itu sifatnya, ataupun materinya.
Menurut
teori partikel cahaya yang dikemukakan oleh Newton, cahaya terdiri dari zarrah
halus (partikel zirim) yang memancar pada semua arah dan sumbernya, karena
mempunyai partikel yang sangat kecil, banyak sekali dari pertikel ini yang
berjalan berdampingan didalam seberkas cahaya.
Menurut
teori gelombang yang dikemukakan oleh Christisan Huygens cahaya adalah
gelombang, karena bergerak dengan sangat cepat. Menurut Huygens, seberkas sinar
cahaya di bentuk oleh gelombang kecil dan sumber cahaya memamcarkan gelambang
cahaya kesegala arah. Teori ini kemudian dilengkapi dengan munculnya teori
gelombang elektromagnetik yang dikemukakan oleh William Herschel dan James
Clerk Maxwell. Herchel
menemukan adanya cahaya inframerah diluar ujung spektrum yang kasat mata. Jika
suatu arus listrik dialirkan maju mundur, arus itu dapat menimbulkan gelombang elektromagnetik yang berubah-ubah
yang memancar keluar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Perhitungannya
menunjukkan bahwa gelobang elektromagnetik itu memancar pada kecepatan cahaya, sehingga Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya itu
sendiri adalah bentuk gelombang elektromagnetik.
Menjelang
abad ke 19 para pakar berpendapat bahwa cahaya dan bentuk pancaran (radiasi)
elektromagnetik yang lain merupakan aliran energi yang berkesinambungan. Namun,
Max Planck (1858-1947) mengajukan pendapat bahwa energi didalam radiasi tidaklah berkesinambungan, tetapi terdiri
dari paket-paket kecil atau kuanta. Ia menunjukkan bahwa pada kondisi-kondisi
tertentu cahaya dapat dinnyatakan sebagai kumpulan partikel, seperti yang
dikemukakan oleh Newton.
Pengukuran
kecepatan cahaya memerlukan teknik khusus. Cara yang pertama kali ialah
pengukuran berdasarkan skala ukur yang besar, yaitu berdasarkan astronomi.
Adapun cara kedua adalah cara teresterial, yaitu dengan alat laboratorium serta
pengamatan sepenuhnya dibumi tanpa melibatkan gerakan benda angkasa.
Percobaan
pertama mengukur kecepatan cahaya menerapkan suatu cara yang dikemukakan oleh
Galileo. Dua orang pengamat masing-masing berdiri dipuncak dua bukit yang
terpisah oleh jarak – jarak satu mil. Masing-masing dilengkapi dengan sebuah
lentera dan percobaan dilakukan pada waktu pada malam hari. Mula-mula salah
seorang membuka tutup lenteranya. Pada saat cahaya lentera itu terlihat oleh
yang seorang lainnya, orang yang kedua. Percobaan ini
asasnya betul, namun angka yang diperoleh kurang teliti untuk selang waktu
sekian diperoleh kecepatan cahaya yang sangat besar.
Selain
cara yang dikemukakan Galileo tersebut banyak cara hingga diperoleh kesepakatan
besarnya kecepatan cahaya adalah sebesar 3 x 108 m/s. Cara
perhitungan kecepatan cahaya yang lain ialah dengan cara Romer. Romer
menghitung kecepatan cahaya berdasarkan variasi gerhana planet Yupiter oleh salah
satu satelitnya. Dari pengamatannya diperoleh nilai periode 15 detik, ketika
bumi berada segaris dengan diantara Matahari dan Yupiter.
Perbedaan periode sebesar 15 detik ini tentu sama
dengan selang waktu dipergunakan cahaya untuk menempuh jarak yang sama dengan
jarak yang ditempuh bumi yang bergerak dengan kecepatan 29,6 km/detik itu
selama periode gerhana selama 48 jam 18 menit, 16 detik. Sehingga kecepatan
cahaya c
diberikan oleh persamaan :
Cara
yang selanjutnya ialah Bradley. Bradley menentukan kecepatan cahaya berdasarkan
aberasi, yaitu ketampakan bergeraknya bintang-bintang sepanjang lingkaran kecil
karena peredaran bumi mengelilingi matahari.
Pada
tahun 1849 Fizeau, seorang sarjana Prancis, menghitung kecepatan cahaya dengan
berdasarkan ukuran jarak dibumi. Bagian alat yang digunakan kemudian kita kenal
dengan alat Fizeau. Besarnya kecepatan cahaya menurut Fizaeu ialah :
Metode
yang diterapkan Fizaeu diperbaiki oleh Foucolt, dengan menggantikan roda
bergerigi dengan sebuah cermin putar bersisi delapan. Cahaya yang mengenai satu
muka cermin dan dipantulkan dari cermin putar lalu teleskop pangamat. Saat
cermin berputar 1/8 bagian, muka lainnya dari cermin tersebut berada pada
posisi yang tepat bagi cahaya yang dipantulkan untuk masuk teleskop. Hasil
perhitungannya memiliki kecermatan yang
lebih dari pada hasil perhitungan Fizaeu. Sehingga menurut Cohen, Dumond dan
Rollet harga yang paling teliti untuk kecepatan cahaya adalah 2,997930 x 105
km/detik (Nurkhamidah,2015:76)
Dengan
banyaknya penelitian yang dilakukan untuk menghitung tentang kecepatan cahaya,
maka disepakati bahwa besaran untuk kecepatan cahaya adalah 2,998 x 105
km/detik atau dibulatkan menjadi 300.000 km/detik. Pada abad ke-19 ilmuan besar
Einstein mengemukakan bahwa kecepatan cahaya adalah kecepatan tertinggi yang
ada dialam ini (Wisnu,2009:166).
2.
Relativitas
Teori
Relativitas membahas mengenai Struktur Ruang dan Waktu serta mengenai hal hal
yang berhubungan dengan Gravitasi. Teori relativtas terdiri dari dua teori
fisika, yaitu teori relativitas umum dan teori relativitas khusus. Teori
relativitas khusus menggambarkan perilaku ruang dan waktu dari perspektif
pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan fenomena terkait.
Teori
relativitas umum Einstein yang diterbitkan pada tahun 1915, mengaitkan
gravitasi dengan struktur ruang dan waktu. Pada saat menerbitkan teori
relativitas, Einstein mendapatkan beberapa rumus matematis yaitu
Dimana
:
= massa benda bergerak
= massa diam benda ( tak bergerak )
= kecepatan benda
bergerak
=
kecepatan cahaya
Apabila
kita tafsirkan rumus diatas, kita dapat menemukan hubungan antara kecepatan
benda bergerak dengan massa benda yang bergerak.
Kita
asumsikan bahwa nilai v adalah suatu nilai yang besar dengan ketentuan ,
a.
Apabila v besar maka v2
besar.
b.
Apabila v2 besar,
maka besar, dengan c2 adalah harga
kecepatan cahaya yang selalu konstan.
c.
Apabila besar, maka keci.
d.
Apabila kecil, maka kecil.
e.
Apabila kecil, maka besar
Jadi,
apabila v besar maka m besar, artinya apabila kecepatan benda bergerak besar
maka massa benda yang bergerak juga besar, berlaku juga sebaliknya.
Rumus
Einstein lain yang berkaitan dengan relativitas adalah E = mc2, dimana E = Energi, m = massa dan c =
kecepatan cahaya, dalam rumus tersebut terlihat bahwa apabila benda yang
mempunyai massa diberikan kecepatan cahaya, maka akan menghasilkan suatu energi
yang sebanding dengan massa benda tersebut. Dikatakan sebanding karena apabila
massa suatu benda semakin besar, maka energi yang dihasilkan juga semakin
besar, begitu juga sebaliknya. Sehingga apabila kita hubungkan kedua rumus
relativitas ini, kita memperoleh kesimpulan lain yang lebih jauh bahwa, semakin
besar kecepatan suatu benda yang bergerak, maka semakin besar juga energi yang
dihasilkan.
3.
Annhilasi dan
Teleportasi
Alam
semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. Secara umum alam terbentuk atas
materi dan energi. Bisa dikatakan materi adalah bentuk energi yang
termampatkan. Sebagaimana konsep kesetaraan massa dan energi yang dirumuskan
oleh Einstein, E = mc2, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat
berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi.
Setiap objek berwujud yang ada dalam alam semesta ini, pada dasarnya tersusun
atas materi-materi
submikroskopik yang kita kenal dengan istilah atom, proton dan neutron serta
dikelilingi elektron.
Pasangan
materi adalah anti materi. Materi adalah objek bermassa positif sedangkan
antimateri atau antipartikel adalah objek bermassa negatif. Bagaimana materi dan antimateri bersatu?
Apabila
kita berfikir sekilas, dengan materi yang bermassa positif dan anti materi yang
bermassa negatif, apabila bertemu, maka tentu saja massa benda tersebut akan
menjadi nol, lalu timbul pertanyaan jadi apakah benda tersebut? Hal inilah yang nantinya
ditegaskan oleh teori annhilasi.
Teori
annhilasi mengemukakan bahwa setiap materi mempunyai anti materinya. Jika materi direaksikan dengan anti
materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas
cahaya atau sinar gamma. Annhilasi disebut juga proses pemusnahan terjadi
ketika massa antimateri menghapus massa materi, sehingga keduanya lenyap dan
menjelma menjadi 2 foton gamma dengan massa yang bernilai nol.
Hal
ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton
direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron),
maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma.
Sebaliknya,
proses penciptaan (creation) terjadi jika foton berada pada medan
tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi hal inilah yang dinamakan
Teleportasi. Hal inipun telah dicobakan di laboratorium nuklir bahwa apabila
ada dua berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut dilewatkan melalui
medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah
pasangan partikel tersebut. Proses Annhilasi dan teleportasi ini bisa berlangsung
berulang-ulang seperti siklus.
Pada pembahasan kecepatan cahaya pada
poin diatas, kita mendapatkan sebuah pengetahuan bahwa cahaya merupakan
gelombang elektromagnetik, hal ini sepertinya juga diyakini oleh Einstein,
karena teori relativitasnya digunakan untuk menjelaskan bahwa gelombang
elektromagnetik bergerak secara konstan tidak dipengaruhi oleh gaya grafitasi
Newton. Yang berarti kecepatan gelombang elektromagnetik yang merupakan
kecepatan dari cahaya berlaku konstan dan tidak dipengaruhi oleh gaya grafitasi. (id.wikipedia.org,6 April 2015)
Menurut teori gelombang elektromagnetik, suatu
berkas sinar akan tampak oleh mata manusia apabila gelombang-gelombang yang
dihasilkan cukup pendek sedangkan gelombang yang lemah itu, memancarkan
gelombang yang sangat panjang sehingga manusia tidak mampu melihatnya
(Nurkhadimah,2015:59)
Proses annhilasi menghasilkan sinar gamma, sinar
gamma merupakan salah satu spektrum gelombang elektromagnetik yang memiliki
frekuensi paling besar dan panjang gelombang terkecil (ranihdyt.blogspot.com,6
April 2015). Sehingga hasil dari poses Annhilasi yang menghasilkan sinar gamma
merupakan proses perubahan materi melalui anti materi menjadi seberkas cahaya
yang nampak oleh penglihatan manusia.
G. Integrasi
dan Interkoneksi antara Isra’ dan Sains Modern
Setelah kita mengetahui latar belakang dan proses Isra’
yang terdapat dalam Al-qur’an maka kita dapat mengintegrasikannya dengan ilmu
sains khususnya dalam perjalanan malam Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekah
ke Masjidil Aqsha di Palestina. Ada tahapan dari Isra’ yang dianggap mustahil
oleh sebagian orang, bahkan menganggap bahwa hal itu hanyalah kebohongan
semata. Namun, setelah adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat,
perlahan-lahan kemustahilan tersebut menemui titik terang. Bahkan konsep sains
yang ada dalam peristiwa Isra’ juga terdapat dalam Al-qur’an.
Dalam Al-qur’an
Surat Al –Isra’ ayat 1 disebutkan bahwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dilakukan
dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga pada masa itu, peristiwa tersebut
merupakan suatu kemustahilan, mengingat bahwa kendaraan yang ada pada waktu itu
adalah unta dan keledai. Untuk melakukan perjalanan dari Masjidil Haram di Mekah
ke Masjidil Aqsha di Palestina. memerlukan waktu berbulan-bulan. Pada sekitar
abad ke 18, ilmuan-ilmuan seperti Galileo dan Bradley menemukan suatu kecepatan yang sangat cepat, yaitu kecepatan cahaya.
Kemudian pada abad ke 20, Einstein juga mengemukakan bahwa
kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang paling tinggi, yaitu berkisar antara
2,998 x 105 km/detik atau dibulatkan menjadi 300.000 km/detik.
Jauh sebelum besaran tersebut ditemukan, ternyata di dalam Al-qur’an
telah memberikan informasi tentang hal tersebut, yang terdapat dalam Al-qur’an
As-Sajdah ayat 5, yang artinya :
“
Dia mengatur segala urusan dari langit ke
bumi, kemudian naik (kembali) kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya sama
dengan seribu tahun menurut hitungan kamu.”
Berdasarkan
ayat di atas, seorang ahli fisika dan matematika dari mesir yang bernama
Mansour Hassab El Naby,
berhasil menghitung kecepatan cahaya. Jarak yang dicapai sang urusan selama 1
hari sama dengan jarak yang ditempuh bulan selama 1000 tahun atau 12.000 bulan.
Jarak yang ditempuh oleh malaikat dalam 1 hari = jarak yang ditempuh oleh bulan
selama 1000 tahun atau 12.000 bulan.
c.
t = 12.000 . L
Dimana,
c adalah kecepatan cahaya yang akan dihitung, t adalah waktu selama satu hari,
dan L adalah panjang rute edar bulan selama satu bulan.
Untuk
menghitung lebih lanjut, perlu diketahui bahwa dalam bidang astronomi dikenal 2
macam sistem kalender bulan, yaitu :
1. Sistem Sinodik, yaitu kalender bulan yang didasarkan pada
penampakan semu gerak bulan dan matahari apabila dilihat
dari bumi.
1 hari =
24 jam
1 bulan = 29,52059 hari.
2. Sistem sideral, yaitu kalender bulan yang didasarkan pada
pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta.
Berdasarkan sistem sideral ini :
1 hari =
23 jam 56 menit 4,0906 detik
1 bulan = 27,321661 hari.
Dalam
bidang astronomi pula, kecepatan bulan (v) ada 2 macam, yaitu :
1. Kecepatan relatif terhadap bumi, yang besarnya dapat
dihitung berdasarkan persamaan berikut.
v* = 2 π R / T
dengan R adalah jari-jari revolusi
bulan (384.264 km), T adalah periode revolusi bulan (655,71986 jam)
sehingga diperoleh harga v* = 3.682,07 km/jam.
2. Kecepatan relatif terhadap bintang dan alam semesta
v = v* . cos α
Bila dihitung lebih lanjut, maka
kecepatan cahaya diperoleh sebagai berikut.
C = 12.000 . (v* . cos α ) .
T/t
Sehingga diperoleh harga C = 299.792,5
km / detik.
Harga C tersebut merupakan hasil
terbaik untuk menentukan kecepatan cahaya.
Berdasarkan penemuan perhitungan kecepatan cahaya di atas, maka
dapat mendukung terjadinya peristiwa perjalanan singkat Nabi Muhammad SAW.
Tetapi, tidak mungkin bahwa tubuh Nabi Muhammad SAW yang tersusun dari materi,
dapat bergerak dengan kecepatan cahaya. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa
materi yang bergerak menyamai kecepatan cahaya akan mengalami pergesekan yang
sangat besar dengan udara, sehingga akan menimbulkan panas yang sangat tinggi,
dan akhirnya terbakar dan hancur. Sehingga tidak mungkin apabila Nabi Muhammad
melakukan Isra’ dengan badan materinya. Pastilah ada sesuatu yang terjadi pada
tubuh Nabi Muhammad SAW. Padahal, dalam tafsir Al-qur’an surat Al-Isra’ ayat 1,
dijelaskan bahwa jiwa dan raga Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra’.
Hal tersebut dapat didukung dengan adanya teori annhilasi.
Teori annhilasi
mengatakan bahwa suatu materi bisa berubah menjadi cahaya atau sinar gamma jika
direaksikan dengan anti materinya. Dalam pembahasan sejarah Isra’ Miraj pada
sub bab sebelumnya, diceritakan bahwa sebelum berangkat Isra’, hati Rasulullah
disucikan menggunakan air zam-zam oleh malaikat Jibril. Hati merupakan pusat
energi pada tubuh manusia. Menurut Agus Mustofa, dalam bukunya yang berjudul
Terpukau di Sidratul Muntaha, Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem
energi dalam tubuh Rasulullah saat proses pembelahan hati. Seluruh badan
material Rasulullah
di annhilasi oleh jibril menjadi badan cahaya. Sebagai makhluk cahaya, Jibril
sangat memahami proses annhilasi. Namun, hingga saat ini, proses annhilasi baru
dilakukan pada partikel yang berukuran kecil. Karena ketika proses ini
dilakukan pada manusia sebagai objeknya, dikhawatirkan akan terjadi kesalahan
yang mengakibatkan kematian.
Peristiwa annhilasi dapat terjadi pada materi yang ada pada
tubuh Nabi Muhammad SAW, selain karena
Malaikat Jibril yang melakukannya, ada energi positif yang sangat besar yang
berasal dari masjid, sebagai tempat peribadatan. Selain itu, selama perjalanan
tersebut, Allah memberkahi apa yang ada disekelilingnya agar badan Rasulullah
tidak menjadi badan materi sebelum waktunya. Jadi, dengan proses annhilasi yang
terjadi pada materi rasulullah, perjalan Isra’ menggunakan kecepatan cahaya
mungkkin terjadi. Kemudian untuk perubahan dari badan cahaya menjadi materi
kembali juga sudah ada teori yang mendukungnya, yaitu teori teleportasi.
Menurut teori teleportasi, seberkas cahaya atau sinar gamma, dapat berubah menjadi partikel
apabila melewati suatu medan tertentu. Jika dikaitkan dengan peristiwa Isra’, dimana
Rasulullah sampai di Masjidil Aqsha yang memiliki energi positif yang sangat
besar yang mampu mengubah badan cahaya Rasulullah menjadi badan materi kembali.
Sehingga proses teleportasi terjadi di Msjidil Aqsha. Hal ini didukung dengan
sejarah Isra’ yang mengatakan bahwa Rasulullah dan Jibril melaksanakan Shalat
Sunah 2 rakaat dalam bentuk materi.
Pada perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, Rasulullah mengunakan badan cahaya.
Kemudian sesampainya di Masjidil
Aqsha, Rasulullah berubah kembali menjadi badan materi. Proses tersebut dapat
kita jelaskan menggunakan teori Annhilasi dan teleportasi. Namun pada
perjalanan ketika Rasulullah naik ke Sidratul muntaha, kita tidak dapat
menggunakan kedua hal
tersebut untuk mendukung adanya proses Mi’raj. Hal tersebut dikarenakan badan
Rasulullah telah menjadi badan materi kembali. Proses Mi’raj dapat dijelaskan
menggunakan teori relativitas waktu serta pengetahuan tentang perjalanan
dimensional atau perjalanan antar dimensi yang dapat di kaji lebih mendalam
lagi oleh pembaca.
BAB
III
PENUTUP
Ranah integrasi
interkoneksi dari makalah kami adalah ranah filosofis. Ranah filosofis yang
kami maksudkan adalah keterkaitan antara ilmu fisika, kimia, serta ilmu
matematika. Teori
dalam fisika yaitu mengenai kecepatan cahaya serta relativitas. Kemudian ilmu
kimianya yaitu teori annhilasi dan teleportasi. Untuk melakukan perhitungan
dari kecepatan cahaya dan keterkaitannya dengan teori lain menggunakan ilmu
matematika. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu disiplin ilmu selalu bergantung
pada disiplin ilmu lainnya.
Model integrasi
interkoneksi yang kami gunakan dalam makalah ini adalah konfirmatif. Dalam hal ini,
ilmu fisika, kimia, dan matematika memberikan penegasan kepada disiplin ilmu
lain dalam mendukung kebenaran terjadinya proses Isra’.
Kesimpulannya,
peristiwa Isra’ Mi’raj dapat dinalar dengan menggunakan rasio dan didukung
menggunakan teori sains yang ada saat ini. Pada peristiwa Isra’, dapat didukung menggunakan kecepatan
cahaya dan teori relativitas. Kemudian dalam keadaan Rasulullah dalam proses
perjalannya dapat didukung dengan teori Annhilasi dan Teleportasi. Hal tersebut
juga sesuai dengan Al-qur’an surat Al-Isra ayat 1. Kemudian untuk Mi’raj dapat
dijelaskan menggunakan teori relativitas waktu serta pengetahuan tentang
perjalanan dimensional atau perjalanan antar dimensi yang dapat dikaji lebih
mendalam oleh pembaca.
Saran untuk pembaca,
diharapkan mengkaji lebih mendalam mengenai peristiwa Isra’ yang dikaitkan
dengan sains modern agar dapat diterima oleh seluruh umat islam pada khususnya,
dan orang awam non islam pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1995. Mutiara Isra’ Mi’raj.
Jakarta: Bumi Aksara.
Alim,
Sahrul.1996. Menguak Keterpaduan Islam dan Sains. Yogyaakarta: Dinamika.
Bundjali,
Bunbun. 2002. Kimia Inti. Bandung: ITB.
Gribbin,
John. 2003. Fisika Kuantum. Jakarta: Erlangga.
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_relativitas, diakses tgl 6
Apr 2015 jam 23:35
http://ranihdyt.blogspot.com/2013/06/manfaat-gelombang-elektromagnetik-dalam_3.html,
diakses tgl 6 apr 2015 jam 23:37.
http://sejarah.kompasiana.com/2013/09/08/lanjutan__sains-isra-miraj-587927.html
diakses pada tanggal 5 April 2015 jam 20.45.
Nurkhadima.
2015. Cahaya dalam Perspektif Al-qur’an dan Sains. Yogyakarta: Pustaka Ilmu
Grup.
Purwanto, Agus. 2013. Ayat-Ayat Semesta : Sisi-Sisi Al-qur’an yang
terlupakan. Bandung : Mizan Media Utama.
Solikhin,
Muhammad. 2013. Berlabuh di Siratul-Muntaha. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Wardhana, Wisnu Arya.
2009. Melacak Teori Einstein dalam Al-qur’an.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar