MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH DI DAMASKUS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu: Herawati, S.Ag, M.Ag
Disusun Oleh:
1.
Nurika
Miftahuljannah 12600028
2.
Indana
Nur Lela 12600033
3.
Alfi
Nur Hazizah 12600035
4.
Akhmad
Ulul Albab 12600036
PENDIDIKAN
MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan
catatan, peristiwa, atau kejadian tentang hasil budaya manusia di masa lampau
yang dijiwai oleh ruh islam yang bersifat materiil maupun non meteriil. Sejarah
Kebudayaan Islam terbagi dalam beberapa periode. Namun di sini kita hanya akan
membahas Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus. Masa Bani Umayyah di
Damaskus berlangsung selama ±91 tahun. Dimulai dari kajayaan sampai
keruntuhannya. Banyak khalifah yang terlibat pada Masa Bani Umayyah ini
sehingga banyak berbagai macam persoalan yang timbul. Untuk itu , materi yang
akan dibahas di dalam makalah ini meliputi politik dan pemerintahan serta
peradaban dan kebudayaan Islam pada Masa Bani Umayyah di Damaskus.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu:
a.
Bagaima
pemerintahan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus?
b.
Bagaimankah
peradaban dan kebudayaan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus?
c.
Bagaimakah
kondisi keagamaan pada masa Dinasti Umayyah?
C. Tujuan
a.
Untuk
mengetahui pemerintahan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus.
b.
Untuk
mengetahui peradaban dan kebudayaan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus.
c.
Untuk
mengetahui kondisi keagamaan pada masa Dinasti Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem
Pemerintahan Pada Masa Dinasti Umayyah
Daulat Bani Umayyah mengambil nama
keturunan dari Umayyah ibnu abdi Syams ibn abni Manaf. Dia seorang yang
terkemuka dalam persukuan Quraisy di
zaman jahiliyah, bergandingan dengan
pamannya Hasyim ibnu Abdi Manaf. Diantara Umayyah dengan Hasyim adalah dua
sosok yang paling keras dalam merebut kedudukan kalangan Quraisy.[1]
Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 661 M s.d 750 M.
Meskipun dinasti ini kurang dari satu abad, tetapi pencapaian ekspansi sangat
luas. Ekspansi ke negeri – negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaan islam
dilakukan dalam waktu kurang dari setengah abad. Ini tentunya merupakan kemenangan yang sangat menakjubkan dari suatu
bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai.[2]
Pendirian dinasti ini, berawal dari
masalah tahkim yang menyebabkan
perpecahan dikalangan pengikut Ali, yang berakhir dengan kematiannya.
Sepeninggalan Ali itu sebenarnya masyarakat secara beramai – ramai membaiat
Hasan putra Ali untuk menjadi khalifah. Tetapi Hasan memang kurang berminat
untuk menjadi Khalifah. Karena itu setelah Hasan berkuasa dalam beberapa bulan, Mu’awiyah meminta agar
jabatan khalifah diberikan kepadanya, Hasan kemudian menyetujui permintaan
tersebut dan memberikan beberapa persyaratan kepada Mu’awiyah. Dengan demikian
jabatan Khalifah dilimpahkan secara penuh kepada Mu’awiyah. Peristiwa ini
kemudian dikenal dengan istilah amul
jama’ah, atau tahun persatuan umat islam. Sejak itulah Mu’awiyah resmi
menjadi kholifah baru umat islam yang berpusat di Damaskus. Adapun syarat yang
di kemukakan oleh Hasan adalah jaminan hidup, dan ketika Mu’awiyah meninggal
supaya jabatan itu diserahkan kembali kepadanya.[3]
Langkah awal yang diambil oleh
Mu’awiyah adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Hal
ini dapat dimaklumi karena jika dianalisa setidaknya ada 2 faktor yang
mempengaruhi, yaitu di Madinah sebagai pusat pemerintahan khulafaurrasyidin
sebelumnya, masih terdapat sisa – sisa kelompok yang antipati terhadapnya.
Sedangkan di Damaskus pengaruhnya telah menciptakan nilai simpatik masyarakat,
basis kekuatannya cukup kuat.[4]
Kemudian, Mu’awiyah melakukan
penggantian sistem kekhalifahan kepada sistem kerajaan (Monarchi absolut).
Sehingga pergantian pemimpin dilakukan berdasarkan garis keturunan (monarchi heridetis), bukan atas dasar demokrasi
sebagaimana yang terjadi di zaman sebelumnya. Model pemerintahan yang di
tetapkan oleh Mu’awiyah ini banyak di ambil dari model pemerintahan Byzantium.
Karena Syiria pernah dikuasai Byzantium selama kurang lebih 500 tahun sampai
kedatangan islam, sedang Damaskus menjadi pusat pemerintahannya.[5]
Pada masa Mu’awiyah mulai diadakan
perubahan – perubahan administrasi pemerintah, dibentuk pasukan bertombak
pengawal raja dan dibangun bagian khusus di dalam masjid untuk pengamanan
tatkala dia menjalankan shalat. Mu’awiyah juga memperkenalkan materai resmi
untuk pengiriman memorandum yang berasal dari Khalifah. Para sejarawan mengatakan
bahwa di dalam sejarah Islam, Mu’awiyah lah yang pertama – tama mendirikan
balai–balai pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan pos, yang tidak lama kemudian berkembang menjadi suatu
susunan teratur, yang menghubungkan berbagai bagian negara.
Pada masa Bani Umayyah dibentuk
semacam dewan sekertaris negara (Diwan al-kitabah) untuk mengurus berbagai
urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima orang sekertaris yaitu: katib ar – Rasail, katib al – Kharraj, katib
al – Jund, katib asy – Syurtah dan katib
al – Qodi. Untuk mengurusi administrasi pemerintahan di daerah, diangkat
seorang Amir al – Umara (Gubernur
jenderal) yang membawahi beberapa “amir” sebagai penguasa suatu wilayah.
Dinasti Umayyah
yang ibukota pemerintahannya di Damaskus, berlangsung selama 91 tahun dan
diperintah oleh 14 orang khalifah, mereka itu ialah : Mu’awiyah ibn Abi Sufyan
(661 - 680), Yazid ibn Mu’awiyah (680 – 683), Mu’awiyah II ibn Yazid (683),
Marwan ibn hakam (683 - 685), Abdul malik ibn Marwan (685 - 705), Walid ibn
Abdul Malik (705 – 715), Sulaiman ibn Abdul malik (715 - 717), ‘Umar ibn Abdul
‘Aziz (717 - 720), Yazid II ibn Abdul Malik (720 - 724), Hisyam ibn Abdul Malik
(724 – 743), Walid ibn Yazid ibn Abdul Malik (743 - 744), Yazid III ibn Walid
ibn Abdul Malik (744), Ibrahim (744), Marwan II ibn Muhammad ibn Marwan ibn
Hakam (744 - 750).
Pada masa Abdul Malik ibn Marwan,
jalannya pemerintahan ditentukan oleh empat departemen pokok (Diwan). Ke empat
departemen (kementrian) itu ialah :
1.
Kementrian
pajak tanah (diwan al – kharraj) yang
tugasnya mengawasi departemen keuangan.
2.
Kementrian
khatam (diwan al – khatam) yang
bertugas merancang dan mengesahkan ordonasi pemerintah. Sebagaimana masa Mu’awiyah
telah diperkenalkan materai resmi untuk memorandumdari Kholifah, maka setiap
tiruan dari memorandum itu dibuat kemudian ditembus dengan benang, disegel
dengan lilin, yang akhirnya dipres dengan segel kantor.
3.
Kementrian
surat menyurat (diwan al – rasail),
dipercayakan untuk mengontrol permasalahan di daerah – daerah dan semua
komunikasi dari gebernur – gubernur.
4.
Kementrian
urusan perpajakan (diwan al mustagallat)
Bahasa
administrasi yang berasal dari bahasa Yunani dan Persia diubah dalam bahasa Arab
dimulai dari Abdul Malik pada tahun 85 / 704. [6]
Dilihat dari perkembangan
kepemimpinan ke – 14 Khalifah tersebut, maka periode Bani Umayyah dapat dibagi
menjadi 3 masa : permulaan, kejayaan dan keruntuhan. Masa permulaan ditandai
dengan usaha–usaha Mu’awiyah meletakkan dasar – dasar pemerintahan dan
orientasi kekuasaan; pembunuhan terhadap Husain ibn Ali, perampasan kota
Madinah, penyerbuan kota Makkah pada masa Yazid I, dan perselisihan antara suku
– suku Arab pada masa Mu’awiyah II.
Kejayaan Bani Umayyah dimulai pada
masa pemerintahan Abdul Malik. Dia dianggap sebagai pendiri daulah Bani Umayyah
ke dua. Karena mampu mencegah disintegrasi yang telah terjadi sejak pada masa
Marwan. Sebagai seorang ahli tatanegara dan administrator ulung, Abdul Malik
berhasil menyempurnakan administrasi pemerintah Bani Umayyah. Masa
penggantinya, Walid I merupakan periode kemenangan, kemakmuran dan kejayaan.
Negara islam meluas ke daerah barat dan timur, beban hidup masyarakat mulai ringan,
pembangunan kota dan gedung – gedung umum seperti masjid dan perkantoran
mendapat perhatian yang cukup serius.
Kejayaan Bani Umayyah berakhir pada
masa pemerintahan Umar ibn Aziz (umar II). Dia terpelajar dan taat beragama.
Dia juga pelopor penyebaran agama islam. Beberapa sejarawan mengatakan bahwa
pemerintahannya termasyhur seperti halnya pemerintahan orthodox yaitu
pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Akan tetapi pemerintahanya hanya bertahan
selama 2 tahun 5 bulan.
Sepeninggalan Umar II kekhalifahan mulai
melemah dan akhirnya hancur. Para Khalifah pengganti Umar II selalu
mengorbankan kepentingan umum untuk kesenangan pribadi. Perselisihan diantara
putera mahkota, serta antara pemimpin daerah merupakan sebab – sebab lain yang
menyebabkan kehancuran kekuasaan Bani Umayyah. Abu al Abbas mengadakan
kerjasama dengan Kaum Syiah. Pada tahun 750 M pertempuran terakhir antara
pasukan Abbasiah yang dipimpin Abu Muslim al – Khurasani dan pasukan Mu’awiyah
terjadi di Irak. Yang mana waktu itu kepemimpinan Bani Umayyah dipegang oleh
Marwan II. Tidak lama kemudian Damaskus jatuh ke tangan kekuasaan Bani Abbas.[7]
Runtuhnya Bani Umayyah di Damaskus
dimulai dari Khalifah Yazid II sampai khalifah Marwan II. Disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya:
1.
Perselisihan
antar putra mahkota.
2.
Permusuhan
antar suku-suku Arab yang dihidupkan lagi setelah kematian Yazid II.
3.
Beberapa
Khalifah memanjakan diri dengan kemewahan.
4.
Beberapa
Khalifah bersikap tidak adil terhadap warga negara sehigga menjadi kecewa dan
ingin dibebaskan diri dari mereka.
5.
Keadaan
pertanian hancur dan perbandaharaan kosong.
6.
Para
menteri yang diberi kepercayaan justru mementingkan permasalahan mereka sendiri
dan menyembunyikan segala permasalahan pemerintah.
7.
Gaji
pasukan perang tidak dibayarkan.
8.
Para
musuh meminta bantuan untuk menyerang/melawan meraka, tetapi mereka tidak mampu
menyerang serangan karena pembantu sangat sedikit.
9.
Penyembunyian
berita-berita merupakan salah satu faktor dasar
penyebab runtuhnya kerajaan.
B.
Perkemangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kesenian
Meskipun masa kepemimpinan Bani Umayyah di Damaskus
sarat dengan intrik politik internal maupun eksternal yang kemudian
menghasilkan perluasan wilayah Islam, namun mereka tidak melupakan perkembangan
intelektual. Berbagai perkembangan peradaban dan kebudayaan yang ada meliputi:
1.
Arsitektur
Pada masa dinasti Umayyah seni
arsitektur bertumpu pada bangunan sipil berupa kota-kota dan bangunan agama
berupa masjid-masjid. Corak bangunan yang ada pada masa ini merupakan gaya
perpaduan Persia, Romawi, dan Arab yang dijiwai semangat Islam.
Pembangunan yang dilakukan meliputi
perbaikan kota lama dan membangun beberapa kota baru. Damaskus yang dulunya
merupakan ibukota Kerajaan Romawi Timur di
Syam pada masa sebelum Islam, merupakan kota lama yang dibangun kembali
serta dijadikan ibukota Daulah ini. Di kota ini dibangun gedung-gedung indah,
jalan-jalan dan taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Pada masa kekhalifahan
Walid dibangun masjid agung yang terkenal dengan nama “Masjid Damaskus”.
Arsitek pembangunan masjid ini adalah Abu Ubaidah ibn Jarrah.
Kota Kairawan merupakan salah satu kota
baru yang dibangun pada masa ini oleh Uqbah ibn Nafi ketika ia menjabat sebagai
gubernur di wilayah ini pada masa Khalifah Mu’awiyah. Kota Kairawan dibangun
dengan gaya arsitektur Islam dan dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid,
taman rekreasi, pangkalan militer, dsb.
Pada masa Umawiyah ini juga dilakukan
perbaikan-perbaikan masjid tua yang ada sejak zaman Rasulullah. Khalifah Abdul
Malik bin Marwan menyediakan dana sebesar 10.000 dinar emas untuk memperluas
Masjid al-Haram yang disempurnakan pada masa khalifah Walid.
Demikian juga dengan Masjid Nabawi,
diperluas dan diperindah dengan konstruksi Syiria di bawah pengawasan Umar ibn
Abd Al- Aziz, yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah. Dinding
masjid ini dihiasi mozaik dan batu permata. Tiangnya dari batu marmer,
lantainya dari batu pualam, plafonnya bertahtakan emas murni, ditambah empat
buah menara.[8]
2.
Organisasi
Militer
Organisasi militer pada masa Bani Umayyah
terdiri dari angkatan darat (al-jund), angkatan laut (al-bahriyah), dan
angkatan kepolisian (as-syurthah). Bala tentara pada masa ini muncul atas dasar
paksaan. Angkatan bersenjata terdiri dari orang-orang arab. Setelah wilayah
kekuasaan meluas sampai ke Afrika Utara orang luar pun terutama bangsa Barbar
turut ambil bagian dalam kemiliteran ini. Pada masa Abd al-Malik ibn Marwan diberlakukan
Undang-Undang Wajib Militer (Nidam at-Tajdid al-Ijbari).
3.
Perdagangan
Daerah kekuasaan daulah Bani Umayyah yang
semakin luas menjadikan lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak.
Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok meliputi perdagangan sutera,
keramik, obat-obatan, dan wewangian. Sedangkan lalu lintas laut ke arah
negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi,
permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Keadaan ini membawa ibukota
Basrah di teluk Persi menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur, begitu
pula Kota Aden. Perkembangan perdagangan ini mendorong meningkatnya kemakmuran
bagi Bani Umayyah.
4.
Kerajinan
Pada masa khalifah Abd Malik mulai
dirintis pembuatan tiraz (semacam bordiran), yaitu cap resmi yang
dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Abdul Aziz
(gubernur Mesir), mengganti format tiraz yang semula merupakan
terjemahan dari rumus Kristen menjadi rumus Islam dengan lafaz “la illaha illa
Allah”.
Begitu juga seni lukis, sejak khalifah
Mu’awiyah sudah mendapat perhatian masyarakat. Sebuah lukisan yang ditorehkan
oleh khalifah Walid I adalah lukisan berbagai gambar binatang, tetapi corak dan
warna masih bersifat Hellenisme (budaya Yunani) yang kemudian
dimodifikasi menrut cara-cara Islam. Hal ini menarik para penulis Eropa.[9]
5.
Kedokteran
Khalifah Al-Walid telah memberikan
sumbangan berupa pemisahan antara ahli tentang penyebab penyakit dengan ahli
tentang pengobatan. Khalifah Umar telah memindahkan sekolah kedokteran dari
Iskandariyah ke Antiokhia dan Harran.
Khalifah Khalid ibn Yazid memerintahkan
penterjemahan buku-buku kedokteran, kimia, dan astrologi dari bahasa Yunani dan
Kopti kedalam bahasa Arab.[10]
6.
Sejarah
atau historiografi
Munculnya Ubaid bin Syarya seorang
penulis sejarah dalam bentuk sirah dan maghazi dan telah
menginformasikannya ke Muawiyah tentang pemerintahan bangsa Arab dahulu dan asal usul ras mereka.
Muncul tokoh-tokoh sejarah seperti Wahab
ibn Munabbih (W.728M), Kaab Al Akhbar (W.625/654M) dan lainnya.[11]
7.
Musik
dan Syair
Munculnya Said bin Miagah (W.714M) orang
yang pertama kali memasukkan nyanyian Persia dan byzantium kedalam bahasa arab.
Seni sastra berkembang dengan pesatnya,
sehingga mampu menembus ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam
masyarakat. Sehingga syair yang muncul senantiasa menonjolkan sastranya,
disamping isinya yang sangat bermutu. Para penyair tersebut diantaranya adalah
Junair (653-733M), Al-Farazdah (641-732M), dan Imran bin Hattan.
Dalam seni suara yang sangat berkembang
adalah seni bca al-qur’an, qasidah, dan seni musik kalinnya.
C. Kondisi Keagamaan
Pada masa Bani Umayah sudah muncul berbagai
pemikiran keagamaan seperti Syi’ah, Khawarij, Murjia’ah, Mu’tazilah, disamping
Jabariyah dan Qadariyah yang sebelumnya sudah ada. Pada masa Umayyah kita dapat
melihat cikal bakal gerakan-gerakan filosofis keagamaan yang berusaha menggoyahkan
pondasi agama islam yaitu:
Pertama Mu’tazilah, kaum Mu’tazilah
mengembangkan teologi (kalam) rasionalistik yang menekankan keesaan dan
kesederhanaan Tuhan, yang harus tercemin dalam integritas umat.[12]
Orang mu’tazilah (penentang) karena mendakwah ajaran bahwa siapapun yang
melakukan dosa besar dianggap telah keluar dari golongan orang yang beriman,
tapi tidak menjadikan kafir, dalam hal ini orang berada dalam kondisi
pertengahan antara kedua status itu.
Kelompok kedua Qodariyah
Aliran ini terkenal dengan pemikiran Free Will dan Free act (kebebasan
berkehendak dan berbuat). Aliran ini beranggapan bahwa manusia memiliki
kehendak bebas dan bertanggungjawab atas tindakan mereka sendiri.[13]
Ketiga
Khowarij, yang berpandangan bahwa orang berbuat dosa besar adalah kafir, halal
darahnya dan wajib dibunuh.
Keempat Syi’ah, merupakan salah satu
dari dua kubu islam pertama yang berbeda pendapat dalam persoalan kekhalifahan.
Para pengikut Ali ini membentuk kelompok yang solid pada masa dinasti Umayyah.
Sistem imamah kemudian menjadi unsur yang beda antara kaum sunni dan kaum
syi’ah.
Kelima Murji’ah
yang berpendapat bahwa orang berdosa besar tetap masih mukmin dan bukan kafir.
Permasalahan dosa yang dilakukan diserahkan kepada Allah SWT untuk mengampuni
atau tidak orang tersebut.
Selain
itu sebagian tokoh Islam sudah mulai mengenal filsafat Yunani dengan
penerjemahan naskah-naskah asing yang berbasa Yunani ke dalam bahasa Arab
sehingga mempengaruhi pola pikir mereka dalam bidang keagamaan dan ini sebagai
buah dari kebebasan berpikir.[14]
Para cendekiawan muslim besar yang muncul pada zaman itu seperti Hasan al-Basri
dan Washil bin Atha.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 661 M
s.d 750 M. Meskipun dinasti ini kurang dari satu abad, tetapi capaian ekspansi
sangat luas. Pada masa Bani Umayyah terjadi pergantian sistem kekhalifahan
kepada sistem kerajaan (Monarchi absolut) dan pergantian pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.
Bani Umayyah membentuk semacam dewan sekertaris negara (Diwan al-kitabah) untuk
mengurus berbagai urusan pemerintahan. Periode Bani Umayyah dapat dibagi
menjadi 3 masa : permulaan, kejayaan dan keruntuhan. Masa permulaan ditandai
dengan usaha–usaha Mu’awiyah meletakkan dasar - dasar pemerintahan dan
orientasi kekuasaan, Kejayaan Bani Umayyah dimulai pada masa pemerintahan Abdul
Malik. Dia dianggap sebagai pendiri daulah Bani Umayyah ke dua. pemerintahannya
termasyhur seperti halnya pemerintahan orthodox yaitu pemerintahan Abu Bakar
dan Umar. Sepeninggalan Umar II kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur.
Selain terjadi lika-liku dalam bidang politik,
pada masa Bani Umayyah juga mengalami perkembangan dalam peradaban dan
kebudayaan. Perkembangan tersebut meliputi bidang ilmu pengetahuan, arsitektur,
organisasi militer, perdagangan, kerajinan, dan kesenian.
Pada masa Bani Umayah sudah muncul
berbagai pemikiran keagamaan seperti Syi’ah, Khawarij, Murjia’ah, Mu’tazilah,
disamping Jabariyah dan Qadariyah yang sebelumnya sudah ada. Selain itu banyak
bermuncul para cendekiawan Muslim besar seperti Hasan al-Basri, Washil bin
Atha’, dan lain-lainnya dan sebagian besar sudah mengenal filsafat yunani yang
mempengaruhi pola pikir mereka.
B.
Saran
Setelah memahami sejarah perkembangan kebudayaan
islam, pada masa Dinasti Umayyah, maka perlu disarankan agar para pembaca dapat
mengambil suatu hal positif dari perjalanan Dinasti umayyah.
Daftar Pustaka
Bakar,
Istianah Abu.2008. Sejarah Peradaban Islam.Malang: UIN
Malang Press.
Fu’adi,
Imam.2011.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta: Teras.
Hamka.1951.Sejarah
Ummat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.
Karen,
Armstrong.2002. Sejarah Islam Singkat.Yogyakarta: ELBANIN MEDIA.
Malik, Maman A dkk.2005. Sejarah Kebudayaan Islam.Yogyakarta:
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Maryam, Siti.2002.Sejarah Peradaban Islam: Dari
Masa Klasik Hingga Masa Modern.Yogyakarta:
LESFI.
[2] Imam Fu’adi, Sejarah
Peradaban islam (Yogyakarta : Teras, 2011) hlm 69.
[3] Ibid, hlm 70 - 71
[4] Ibid, hal 71
[5] Ibid hal 73
[7] Ibid 69 - 70
[8] Siti
Maryam dkk.(ed). Sejarah Peradaban Islam:Dari
Masa Klasik Hingga Masa Modern.(Yogyakarta: LESFI.2002). hlm
[9] Ibid hlm 77
[12] Karen Armstrong, Sejarah
Islam Singkat, (Yogyakarta:Elbanin Madia.2002). hlm. 64
[13] Karen Armstrong, Sejarah
Islam Singkat, (Yogyakarta:Elbanin Media.2002). hlm. 62
[14] Maman A. Malik, dkk Sejarah
Kebudayaan Islam, (Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005),
hlm. 113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar