Selasa, 08 November 2016

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM - Perkembangan Islam pada Dinasti Umayyah di Damaskus



MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
PERKEMBANGAN ISLAM  PADA MASA DINASTI UMAYYAH DI DAMASKUS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu: Herawati, S.Ag, M.Ag





Disusun Oleh:
1.      Nurika Miftahuljannah   12600028
2.      Indana Nur Lela             12600033
3.      Alfi Nur Hazizah           12600035
4.      Akhmad Ulul Albab      12600036


PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan catatan, peristiwa, atau kejadian tentang hasil budaya manusia di masa lampau yang dijiwai oleh ruh islam yang bersifat materiil maupun non meteriil. Sejarah Kebudayaan Islam terbagi dalam beberapa periode. Namun di sini kita hanya akan membahas Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus. Masa Bani Umayyah di Damaskus berlangsung selama ±91 tahun. Dimulai dari kajayaan sampai keruntuhannya. Banyak khalifah yang terlibat pada Masa Bani Umayyah ini sehingga banyak berbagai macam persoalan yang timbul. Untuk itu , materi yang akan dibahas di dalam makalah ini meliputi politik dan pemerintahan serta peradaban dan kebudayaan Islam pada Masa Bani Umayyah di Damaskus.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu:
a.       Bagaima pemerintahan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus?
b.      Bagaimankah peradaban dan kebudayaan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus?
c.       Bagaimakah kondisi keagamaan pada masa Dinasti Umayyah?

C.    Tujuan
a.       Untuk mengetahui pemerintahan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus.
b.      Untuk mengetahui peradaban dan kebudayaan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus.
c.       Untuk mengetahui kondisi keagamaan pada masa Dinasti Umayyah.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sistem Pemerintahan Pada Masa  Dinasti Umayyah
Daulat Bani Umayyah mengambil nama keturunan dari Umayyah ibnu abdi Syams ibn abni Manaf. Dia seorang yang terkemuka  dalam persukuan Quraisy di zaman jahiliyah, bergandingan  dengan pamannya Hasyim ibnu Abdi Manaf. Diantara Umayyah dengan Hasyim adalah dua sosok yang paling keras dalam merebut kedudukan kalangan Quraisy.[1]
Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 661 M s.d 750 M. Meskipun dinasti ini kurang dari satu abad, tetapi pencapaian ekspansi sangat luas. Ekspansi ke negeri – negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaan islam dilakukan dalam waktu kurang dari setengah abad. Ini tentunya merupakan  kemenangan yang sangat menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai.[2]
Pendirian dinasti ini, berawal dari masalah tahkim yang menyebabkan perpecahan dikalangan pengikut Ali, yang berakhir dengan kematiannya. Sepeninggalan Ali itu sebenarnya masyarakat secara beramai – ramai membaiat Hasan putra Ali untuk menjadi khalifah. Tetapi Hasan memang kurang berminat untuk menjadi Khalifah. Karena itu setelah Hasan berkuasa dalam  beberapa bulan, Mu’awiyah meminta agar jabatan khalifah diberikan kepadanya, Hasan kemudian menyetujui permintaan tersebut dan memberikan beberapa persyaratan kepada Mu’awiyah. Dengan demikian jabatan Khalifah dilimpahkan secara penuh kepada Mu’awiyah. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah amul jama’ah, atau tahun persatuan umat islam. Sejak itulah Mu’awiyah resmi menjadi kholifah baru umat islam yang berpusat di Damaskus. Adapun syarat yang di kemukakan oleh Hasan adalah jaminan hidup, dan ketika Mu’awiyah meninggal supaya jabatan itu diserahkan kembali kepadanya.[3]
Langkah awal yang diambil oleh Mu’awiyah adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Hal ini dapat dimaklumi karena jika dianalisa setidaknya ada 2 faktor yang mempengaruhi, yaitu di Madinah sebagai pusat pemerintahan khulafaurrasyidin sebelumnya, masih terdapat sisa – sisa kelompok yang antipati terhadapnya. Sedangkan di Damaskus pengaruhnya telah menciptakan nilai simpatik masyarakat, basis kekuatannya cukup kuat.[4]
Kemudian, Mu’awiyah melakukan penggantian sistem kekhalifahan kepada sistem kerajaan (Monarchi absolut). Sehingga pergantian pemimpin dilakukan berdasarkan garis keturunan (monarchi heridetis), bukan atas dasar demokrasi sebagaimana yang terjadi di zaman sebelumnya. Model pemerintahan yang di tetapkan oleh Mu’awiyah ini banyak di ambil dari model pemerintahan Byzantium. Karena Syiria pernah dikuasai Byzantium selama kurang lebih 500 tahun sampai kedatangan islam, sedang Damaskus menjadi pusat pemerintahannya.[5]
Pada masa Mu’awiyah mulai diadakan perubahan – perubahan administrasi pemerintah, dibentuk pasukan bertombak pengawal raja dan dibangun bagian khusus di dalam masjid untuk pengamanan tatkala dia menjalankan shalat. Mu’awiyah juga memperkenalkan materai resmi untuk pengiriman memorandum yang berasal dari Khalifah. Para sejarawan mengatakan bahwa di dalam sejarah Islam, Mu’awiyah lah yang pertama – tama mendirikan balai–balai pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan pos, yang  tidak lama kemudian berkembang menjadi suatu susunan teratur, yang menghubungkan berbagai bagian negara.
Pada masa Bani Umayyah dibentuk semacam dewan sekertaris negara (Diwan al-kitabah) untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima orang sekertaris yaitu: katib ar – Rasail, katib al – Kharraj, katib al – Jund, katib asy – Syurtah dan katib al – Qodi. Untuk mengurusi administrasi pemerintahan di daerah, diangkat seorang Amir al – Umara (Gubernur jenderal) yang membawahi beberapa  amir” sebagai penguasa suatu wilayah.
Dinasti Umayyah yang ibukota pemerintahannya di Damaskus, berlangsung selama 91 tahun dan diperintah oleh 14 orang khalifah, mereka itu ialah : Mu’awiyah ibn Abi Sufyan (661 - 680), Yazid ibn Mu’awiyah (680 – 683), Mu’awiyah II ibn Yazid (683), Marwan ibn hakam (683 - 685), Abdul malik ibn Marwan (685 - 705), Walid ibn Abdul Malik (705 – 715), Sulaiman ibn Abdul malik (715 - 717), ‘Umar ibn Abdul ‘Aziz (717 - 720), Yazid II ibn Abdul Malik (720 - 724), Hisyam ibn Abdul Malik (724 – 743), Walid ibn Yazid ibn Abdul Malik (743 - 744), Yazid III ibn Walid ibn Abdul Malik (744), Ibrahim (744), Marwan II ibn Muhammad ibn Marwan ibn Hakam (744 - 750).
Pada masa Abdul Malik ibn Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan oleh empat departemen pokok (Diwan). Ke empat departemen (kementrian) itu ialah :
1.      Kementrian pajak tanah (diwan al – kharraj) yang tugasnya mengawasi departemen keuangan.
2.      Kementrian khatam (diwan al – khatam) yang bertugas merancang dan mengesahkan ordonasi pemerintah. Sebagaimana masa Mu’awiyah telah diperkenalkan materai resmi untuk memorandumdari Kholifah, maka setiap tiruan dari memorandum itu dibuat kemudian ditembus dengan benang, disegel dengan lilin, yang akhirnya dipres dengan segel kantor.
3.      Kementrian surat menyurat (diwan al – rasail), dipercayakan untuk mengontrol permasalahan di daerah – daerah dan semua komunikasi dari gebernur – gubernur.
4.      Kementrian urusan perpajakan (diwan al mustagallat)
Bahasa administrasi yang berasal dari bahasa Yunani dan Persia diubah dalam bahasa Arab dimulai dari Abdul Malik pada tahun 85 / 704. [6]
Dilihat dari perkembangan kepemimpinan ke – 14 Khalifah tersebut, maka periode Bani Umayyah dapat dibagi menjadi 3 masa : permulaan, kejayaan dan keruntuhan. Masa permulaan ditandai dengan usaha–usaha Mu’awiyah meletakkan dasar – dasar pemerintahan dan orientasi kekuasaan; pembunuhan terhadap Husain ibn Ali, perampasan kota Madinah, penyerbuan kota Makkah pada masa Yazid I, dan perselisihan antara suku – suku Arab pada masa Mu’awiyah II.
Kejayaan Bani Umayyah dimulai pada masa pemerintahan Abdul Malik. Dia dianggap sebagai pendiri daulah Bani Umayyah ke dua. Karena mampu mencegah disintegrasi yang telah terjadi sejak pada masa Marwan. Sebagai seorang ahli tatanegara dan administrator ulung, Abdul Malik berhasil menyempurnakan administrasi pemerintah Bani Umayyah. Masa penggantinya, Walid I merupakan periode kemenangan, kemakmuran dan kejayaan. Negara islam meluas ke daerah barat dan timur, beban hidup masyarakat mulai ringan, pembangunan kota dan gedung – gedung umum seperti masjid dan perkantoran mendapat perhatian yang cukup serius.
Kejayaan Bani Umayyah berakhir pada masa pemerintahan Umar ibn Aziz (umar II). Dia terpelajar dan taat beragama. Dia juga pelopor penyebaran agama islam. Beberapa sejarawan mengatakan bahwa pemerintahannya termasyhur seperti halnya pemerintahan orthodox yaitu pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Akan tetapi pemerintahanya hanya bertahan selama 2 tahun 5 bulan.
Sepeninggalan Umar II kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur. Para Khalifah pengganti Umar II selalu mengorbankan kepentingan umum untuk kesenangan pribadi. Perselisihan diantara putera mahkota, serta antara pemimpin daerah merupakan sebab – sebab lain yang menyebabkan kehancuran kekuasaan Bani Umayyah. Abu al Abbas mengadakan kerjasama dengan Kaum Syiah. Pada tahun 750 M pertempuran terakhir antara pasukan Abbasiah yang dipimpin Abu Muslim al – Khurasani dan pasukan Mu’awiyah terjadi di Irak. Yang mana waktu itu kepemimpinan Bani Umayyah dipegang oleh Marwan II. Tidak lama kemudian Damaskus jatuh ke tangan kekuasaan Bani Abbas.[7]
Runtuhnya Bani Umayyah di Damaskus dimulai dari Khalifah Yazid II sampai khalifah Marwan II. Disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1.      Perselisihan antar putra mahkota.
2.      Permusuhan antar suku-suku Arab yang dihidupkan lagi setelah kematian Yazid II.
3.      Beberapa Khalifah memanjakan diri dengan kemewahan.
4.      Beberapa Khalifah bersikap tidak adil terhadap warga negara sehigga menjadi kecewa dan ingin dibebaskan diri dari mereka.
5.      Keadaan pertanian hancur dan perbandaharaan kosong.
6.      Para menteri yang diberi kepercayaan justru mementingkan permasalahan mereka sendiri dan menyembunyikan segala permasalahan pemerintah.
7.      Gaji pasukan perang tidak dibayarkan.
8.      Para musuh meminta bantuan untuk menyerang/melawan meraka, tetapi mereka tidak mampu menyerang serangan karena pembantu sangat sedikit.
9.      Penyembunyian berita-berita merupakan salah satu faktor dasar  penyebab runtuhnya kerajaan.

B.     Perkemangan  Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kesenian
Meskipun masa kepemimpinan Bani Umayyah di Damaskus sarat dengan intrik politik internal maupun eksternal yang kemudian menghasilkan perluasan wilayah Islam, namun mereka tidak melupakan perkembangan intelektual. Berbagai perkembangan peradaban dan kebudayaan yang ada meliputi:
1.      Arsitektur
Pada masa dinasti Umayyah seni arsitektur bertumpu pada bangunan sipil berupa kota-kota dan bangunan agama berupa masjid-masjid. Corak bangunan yang ada pada masa ini merupakan gaya perpaduan Persia, Romawi, dan Arab yang dijiwai semangat Islam.
Pembangunan yang dilakukan meliputi perbaikan kota lama dan membangun beberapa kota baru. Damaskus yang dulunya merupakan ibukota Kerajaan Romawi Timur di  Syam pada masa sebelum Islam, merupakan kota lama yang dibangun kembali serta dijadikan ibukota Daulah ini. Di kota ini dibangun gedung-gedung indah, jalan-jalan dan taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Pada masa kekhalifahan Walid dibangun masjid agung yang terkenal dengan nama “Masjid Damaskus”. Arsitek pembangunan masjid ini adalah Abu Ubaidah ibn Jarrah.
Kota Kairawan merupakan salah satu kota baru yang dibangun pada masa ini oleh Uqbah ibn Nafi ketika ia menjabat sebagai gubernur di wilayah ini pada masa Khalifah Mu’awiyah. Kota Kairawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam dan dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman rekreasi, pangkalan militer, dsb.
Pada masa Umawiyah ini juga dilakukan perbaikan-perbaikan masjid tua yang ada sejak zaman Rasulullah. Khalifah Abdul Malik bin Marwan menyediakan dana sebesar 10.000 dinar emas untuk memperluas Masjid al-Haram yang disempurnakan pada masa khalifah Walid.
Demikian juga dengan Masjid Nabawi, diperluas dan diperindah dengan konstruksi Syiria di bawah pengawasan Umar ibn Abd Al- Aziz, yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah. Dinding masjid ini dihiasi mozaik dan batu permata. Tiangnya dari batu marmer, lantainya dari batu pualam, plafonnya bertahtakan emas murni, ditambah empat buah menara.[8]

2.      Organisasi Militer
Organisasi militer pada masa Bani Umayyah terdiri dari angkatan darat (al-jund), angkatan laut (al-bahriyah), dan angkatan kepolisian (as-syurthah). Bala tentara pada masa ini muncul atas dasar paksaan. Angkatan bersenjata terdiri dari orang-orang arab. Setelah wilayah kekuasaan meluas sampai ke Afrika Utara orang luar pun terutama bangsa Barbar turut ambil bagian dalam kemiliteran ini. Pada masa Abd  al-Malik ibn Marwan diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nidam at-Tajdid al-Ijbari).

3.      Perdagangan
Daerah kekuasaan daulah Bani Umayyah yang semakin luas menjadikan lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok meliputi perdagangan sutera, keramik, obat-obatan, dan wewangian. Sedangkan lalu lintas laut ke arah negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Keadaan ini membawa ibukota Basrah di teluk Persi menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur, begitu pula Kota Aden. Perkembangan perdagangan ini mendorong meningkatnya kemakmuran bagi Bani Umayyah.


4.      Kerajinan
Pada masa khalifah Abd Malik mulai dirintis pembuatan tiraz (semacam bordiran), yaitu cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Abdul Aziz (gubernur Mesir), mengganti format tiraz yang semula merupakan terjemahan dari rumus Kristen menjadi rumus Islam dengan lafaz “la illaha illa Allah”.
Begitu juga seni lukis, sejak khalifah Mu’awiyah sudah mendapat perhatian masyarakat. Sebuah lukisan yang ditorehkan oleh khalifah Walid I adalah lukisan berbagai gambar binatang, tetapi corak dan warna masih bersifat Hellenisme (budaya Yunani) yang kemudian dimodifikasi menrut cara-cara Islam. Hal ini menarik para penulis Eropa.[9]

5.      Kedokteran
Khalifah Al-Walid telah memberikan sumbangan berupa pemisahan antara ahli tentang penyebab penyakit dengan ahli tentang pengobatan. Khalifah Umar telah memindahkan sekolah kedokteran dari Iskandariyah ke Antiokhia dan Harran.
Khalifah Khalid ibn Yazid memerintahkan penterjemahan buku-buku kedokteran, kimia, dan astrologi dari bahasa Yunani dan Kopti kedalam bahasa Arab.[10]

6.      Sejarah atau historiografi
Munculnya Ubaid bin Syarya seorang penulis sejarah dalam bentuk sirah dan maghazi dan telah menginformasikannya ke Muawiyah tentang pemerintahan bangsa Arab dahulu  dan asal usul ras mereka.
Muncul tokoh-tokoh sejarah seperti Wahab ibn Munabbih (W.728M), Kaab Al Akhbar (W.625/654M) dan lainnya.[11]

7.      Musik dan Syair
Munculnya Said bin Miagah (W.714M) orang yang pertama kali memasukkan nyanyian Persia dan byzantium kedalam bahasa arab.
Seni sastra berkembang dengan pesatnya, sehingga mampu menembus ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat. Sehingga syair yang muncul senantiasa menonjolkan sastranya, disamping isinya yang sangat bermutu. Para penyair tersebut diantaranya adalah Junair (653-733M), Al-Farazdah (641-732M), dan Imran bin Hattan.
Dalam seni suara yang sangat berkembang adalah seni bca al-qur’an, qasidah, dan seni musik kalinnya.

C.     Kondisi Keagamaan
 Pada masa Bani Umayah sudah muncul berbagai pemikiran keagamaan seperti Syi’ah, Khawarij, Murjia’ah, Mu’tazilah, disamping Jabariyah dan Qadariyah yang sebelumnya sudah ada. Pada masa Umayyah kita dapat melihat cikal bakal gerakan-gerakan filosofis keagamaan yang berusaha menggoyahkan pondasi agama islam yaitu:
 Pertama Mu’tazilah, kaum Mu’tazilah mengembangkan teologi (kalam) rasionalistik yang menekankan keesaan dan kesederhanaan Tuhan, yang harus tercemin dalam integritas umat.[12] Orang mu’tazilah (penentang) karena mendakwah ajaran bahwa siapapun yang melakukan dosa besar dianggap telah keluar dari golongan orang yang beriman, tapi tidak menjadikan kafir, dalam hal ini orang berada dalam kondisi pertengahan antara kedua status itu.
Kelompok kedua Qodariyah Aliran ini terkenal dengan pemikiran Free Will dan Free act (kebebasan berkehendak dan berbuat). Aliran ini beranggapan bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan bertanggungjawab atas tindakan mereka sendiri.[13]
Ketiga Khowarij, yang berpandangan bahwa orang berbuat dosa besar adalah kafir, halal darahnya dan wajib dibunuh.
 Keempat Syi’ah, merupakan salah satu dari dua kubu islam pertama yang berbeda pendapat dalam persoalan kekhalifahan. Para pengikut Ali ini membentuk kelompok yang solid pada masa dinasti Umayyah. Sistem imamah kemudian menjadi unsur yang beda antara kaum sunni dan kaum syi’ah.
Kelima Murji’ah yang berpendapat bahwa orang berdosa besar tetap masih mukmin dan bukan kafir. Permasalahan dosa yang dilakukan diserahkan kepada Allah SWT untuk mengampuni atau tidak orang tersebut.
Selain itu sebagian tokoh Islam sudah mulai mengenal filsafat Yunani dengan penerjemahan naskah-naskah asing yang berbasa Yunani ke dalam bahasa Arab sehingga mempengaruhi pola pikir mereka dalam bidang keagamaan dan ini sebagai buah dari kebebasan berpikir.[14] Para cendekiawan muslim besar yang muncul pada zaman itu seperti Hasan al-Basri dan Washil bin Atha.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 661 M s.d 750 M. Meskipun dinasti ini kurang dari satu abad, tetapi capaian ekspansi sangat luas. Pada masa Bani Umayyah terjadi pergantian sistem kekhalifahan kepada sistem kerajaan (Monarchi absolut) dan pergantian  pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Bani Umayyah membentuk semacam dewan sekertaris negara (Diwan al-kitabah) untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan. Periode Bani Umayyah dapat dibagi menjadi 3 masa : permulaan, kejayaan dan keruntuhan. Masa permulaan ditandai dengan usaha–usaha Mu’awiyah meletakkan dasar - dasar pemerintahan dan orientasi kekuasaan, Kejayaan Bani Umayyah dimulai pada masa pemerintahan Abdul Malik. Dia dianggap sebagai pendiri daulah Bani Umayyah ke dua. pemerintahannya termasyhur seperti halnya pemerintahan orthodox yaitu pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Sepeninggalan Umar II kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur.
Selain terjadi lika-liku dalam bidang politik, pada masa Bani Umayyah juga mengalami perkembangan dalam peradaban dan kebudayaan. Perkembangan tersebut meliputi bidang ilmu pengetahuan, arsitektur, organisasi militer, perdagangan, kerajinan, dan kesenian.
Pada masa Bani Umayah sudah muncul berbagai pemikiran keagamaan seperti Syi’ah, Khawarij, Murjia’ah, Mu’tazilah, disamping Jabariyah dan Qadariyah yang sebelumnya sudah ada. Selain itu banyak bermuncul para cendekiawan Muslim besar seperti Hasan al-Basri, Washil bin Atha’, dan lain-lainnya dan sebagian besar sudah mengenal filsafat yunani yang mempengaruhi pola pikir mereka.
B.     Saran
Setelah memahami sejarah perkembangan kebudayaan islam, pada masa Dinasti Umayyah, maka perlu disarankan agar para pembaca dapat mengambil suatu hal positif dari perjalanan Dinasti umayyah.






Daftar Pustaka
Bakar, Istianah Abu.2008. Sejarah Peradaban Islam.Malang: UIN Malang Press.
Fu’adi, Imam.2011.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta: Teras.
Hamka.1951.Sejarah Ummat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.
Karen, Armstrong.2002. Sejarah Islam Singkat.Yogyakarta: ELBANIN MEDIA.
Malik, Maman A dkk.2005. Sejarah Kebudayaan Islam.Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Maryam, Siti.2002.Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Masa  Modern.Yogyakarta: LESFI.





[1] Hamka. Sejarah Ummat Islam (Jakarta: Bulan Bintang.1951) hlm 78.
[2] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban islam (Yogyakarta : Teras, 2011) hlm 69.
[3] Ibid,  hlm 70 - 71
[4] Ibid, hal 71
[5] Ibid hal 73
[6] Ali Soddiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam ( Yogyakrta : penerbit  lesfi, 2009)  hlm 71 – 72.
[7] Ibid 69 - 70
[8] Siti Maryam dkk.(ed). Sejarah Peradaban Islam:Dari Masa Klasik Hingga Masa Modern.(Yogyakarta: LESFI.2002). hlm
[9] Ibid hlm 77
[10] Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam . (Malang;UIN malang  press) hlm 59 - 60
[11] Istianah Abu Bakar.  Sejarah Peradaban Islam (Malang;UIN malang press.2008). hlm 48
[12] Karen Armstrong, Sejarah Islam Singkat, (Yogyakarta:Elbanin Madia.2002). hlm. 64
[13] Karen Armstrong, Sejarah Islam Singkat, (Yogyakarta:Elbanin Media.2002). hlm. 62
[14] Maman A. Malik, dkk Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 113

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LoA (Law of Attraction)

  LoA ( Law of Attraction )   Law of Attraction adalah hukum tarik menarik. Kita menarik sesuatu yang menurut kita sesuai dengan diri k...