Selasa, 08 November 2016

MAKALAH PKN - Relasi Agama dan Negara



MAKALAH
RELASI
AGAMA-NEGARA
Dosen pengampu:
Nurrochman, S. Fil. I., M. Hum
Disusun oleh :
KELOMPOK VIII
1.     Nurika Miftahuljannah  
2.     Tulilahi Rabiul Awal      
3.     Christy Nurul Fatimah   
4.     Mirza Ibdaur Rozein      

PRODI PENDIDIKAN METEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
2013

KATA PENGANTAR
 
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul Relasi Agama-Negara ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini berisi hubungan agama dan negara dalam sejarah manusia, model-model hubungan agama-negara, dan hubungan agama dan negara dalam islam. Dalam makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan dalam pembuatan makalah ini, diantaranya:
1.   Nurrochman, S. Fil. I., M. Hum selaku dosen pengampu Pendidikan Kenegaraan (Civic Education);
2.   keluarga tercinta dan teman-teman yang telah memberikan motivasi dan bantuan serta bimbingan kepada penulis dalam menyusun makalah ini;
3.   semua pihak yang tentunya tidak dapat di sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan, khususnya pada makalah ini dan umumnya pada makalah-makalah yang akan kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat memberikan wawasan yang lebih luas khususnya tentang Relasi Agama-Negara. Aamiin.




Yogyakarta,  6 Mei 2013


  Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Setiap individu dalam satu masyarakat selalu berinteraksi antara yang satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan dengan berpedoman kepada tata aturan yang kuat. Dalam hal ini agama berperan mengatur kehidupan masyarakat sehingga mereka bisa hidup berdampingan dan saling membutuhkan. Begitu pula dengan negara yang merupakan suatu organisasi dalam suatu wilayah memberikan tata aturan kepada masyarakat dengan membentuk satu tujuan bersama.
Agama dan negara memang tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat karena untuk mewujudkan cita-cita bersama. Masyarakat perlu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam agama dan negara sehingga menuntut masyarakat mendalami apa itu agama dan apa itu negara dalam segala peran dan fungsinya lebih-lebih di zaman yang serba modern ini.

B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah :
1.      Apa pengertian agama dan negara?
2.      Bagaimana hubungan agama dan negara?
3.      Bagaimana hubungan agama dan negara dalam islam?
4.      Apa saja model hubungan agama dan negara?





BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian agama dan negara
a)      Pengertian agama
Agama menurut etimologi berasal dari kata bahasa sanskerta dalam kitap upadeca tentang ajaran-ajaran agama hindu disebutkan bahwa perkataan agama berasal dari bahasa sanskerta yang tersusun dari kata “A” berarti tidak dan “gama” berarti pergi dalam bentuk harfiah yang terpadu perkataan agama berarti tidak pergi tetap ditempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus menerus dari generasi ke generasi
Pada umumnya perkataan agama diartikan tidak kacau yang secara analitis di uraikan dengan cara di memisahkan kata demi kata yaitu “A” berarti tidak dan “gama” berarti kacau maksudnya orang yang memeluk suatu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh-sungguh hidupnya tidak akan kacau[1].
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu orang sering mendifinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang di anutnya. menurutMukti Ali”, mantan menteri agama Indonesia menyatakan bahwa agama adalah percaya akan adanya tuhan yang esa. Dan hukum-hukum yang di wahyukan kepada kepercayaan utusan-utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Sedangkan menurut ”James Martineau” agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang selalu hidup. Yakni kepada jiwa dan kehendak illahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Friedrich Schleiermacer, menegaskan bahwa agama tidak dapat di lacak dari pengetahuan rasional, juga tidak dari tindakan moral, akan tetapi agama berasal dari perasaan ketergantungan mutlak kepada yang tak terhingga (feeling of absolute dependence)[2].
Di samping itu, agama merupakan pedoman hidup atau arahan dalam menentukan kehidupan, sebagaimana dalam hadist.
“Kutinggalkan untuk kamu dua perkara tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya yaitu kitabullah dan sunnah rasul.”[3]
Secara sosiologis menurut “Johnstone”
 “Religion can be defined as a system of beliefs and practices by which a group of people interprets and responds to what they feel is sacred and usually supernatural swell” lebih lanjut Johnstune menyatakan  that by employing this definition weare, for purposes of sociological investigation atleast, adopting the position, of the hardnosed relativist and agnostiec. Saya kira dengan jujur kita harus mengakui masih sangat sulit mencari orang atau pakar-pakar yang mengkaji atau bergulat dengan agama tertentu di Indonesia, tetapi sekaligus merupakan relativis dan agnostik[4].

b)      Pengertian negara
Secara istilah, negara diterjemahkan dari kata-kata asing yaitu staat” (bahasa belanda dan jerman) “state” (bahasa inggris) “etat” (bahasa prancis) kata “staat”(state,etat) itu diambil dari kata bahasa latin yaitu “status” atau statum, yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau suatu yang memiliki sifat yang tegak dan tetap.
Negara merupakan integrasi dari kekuatan politik, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat
Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan  tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu negara menetapkan cara-cara dan  batas-batas sampai dimana kekuasaan itu dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu maupun golongan atau asosiasi, ataupun juga oleh negara sendiri.[5]
2.      Hubungan agama dan negara
Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas untuk megatur hubungan manusia dengan tuhannya.
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia berikut di uraikan beberapa perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran atau paham antara lain sebagai berikut:
a.      Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi.
Dalam paham teokrasi hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan segala tata kehidupan masyarakat bangsa dan negara dilakukan atas titah Tuhan dengan demikian urusan kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi  juga diyakinkan sebagai manifestasi Tuhan.
Sistem  pemerintahan ini ada 2 yaitu teokrasi langsung dan tidak langsung. Sistem pemerintahan teokrasi  langsung adalah raja atau kepala negara memerintah sebagai jelmaan Tuhan adanya negara didunia ini  adalah atas kehendak Tuhan dan oleh karena itu yang memerintah Tuhan pula. Sedangkan sistem pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukan Tuhan sendiri melainkan raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan.  Raja atau kepala negara memerintah atas kehendak Tuhan dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara menyatu dengan agama. Agama dengan negara tidak dapat dipisahkan.
b.      Hubungan agama dan negara menurut paham sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara dalam negara sekuler tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini agama adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan dunia, sedangkan urusan agama adalah hubungan manusia dengan tuhan dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat dipersatukan meskipun memisahkan antara agama dan negara lazimnya Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini, tetapi negara tidak ikut campur tangan dalam urusan agama.
c.       Hubungan agama dan negara menurut paham komunisme
Paham komunisme ini memendang hakekat hubungan agama dan negara berdasarkan filosofi dialektis dan materialisme histories paham ini menimbulkan paham Atheis (tak bertuhan) yang dipelopori Karl marx menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya agama dalam hal ini dianggap suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia adalah dunia manusia  sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat negara sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis mahluk manusia dan agama adalah keluhan mahluk tertindas. Oleh karena itu agama harus ditekan dan dilarang nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi karena manusia sendiri pada hakikatnya adalah materi.[6]
3.      Hubungan agama dan negara menurut islam
Dalam Islam, hubungan agama menjadi perdebatan yang cukup hangat dan berlanjut hingga kini diantara para ahli. Bahkan menurut Azyumardi Azra (1996:1), perdebatan itu telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan berlangsung hingga dewasa ini[7].
            Masih menurut Azyumardi, ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara islam sebagai agama dan islam sebagai negara[8]. Dalam bahasa lain, hubungan antara agama dan politik dikalangan umat islam. Terlebih-lebih dikalangan Sunni yang banyak diatur oleh masyarakat Indonesia pada dasarnya bersifat anbiguous atau ambivaien. Hal demikian itu, karena ulama Sunni sering mengatakan bahwa pada dasarnya dalam Islam tidak ada pemisah antara agama dan negara. Sementara terdapat pula ketegangan pada tataran konseptual maupun tataran praktis dalam politik, sebab sepetu yang dilihat terdapat ketegangan dan tarik ulur dalam hubungan agama dan politik.
            Selain hal-hal yang disebutkan diatas, kitab suci Al-Qur’an dan Hadits tampaknya juga merupakan inspirasi yang dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda. Kitab suci sendiri menyebut dunya yang berarti dunia dan din yang berarti agama. Ini juga menimbulkan kesan dikotomis antara urusan dunia dan akhirat, atau agama dan negara yang dapat diperdebatkan oleh para ahli.
            Tentang hubungan agama dan negara dalam Islam, menurut munawir Sadzali (1990:235-236), ada tiga aliran yang menanggapinya[9]. Pertama yang mengatakan bahwa islam adalah agama yag paripurna, yang mencakup segala-galanya, termasuk masalah negara. Oleh karena itu, agama tidak dapat dipisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan agama, serta sebaliknya.
            Aliran kedua, mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan negara, karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan. Menurut aliran ini, Nabi Muhammad SAW tidak punya misi untuk mendirikan negara.
            Aliran ketiga, berpendapat bahwa Islam tidak mencakup segala hal, tetapi mencakup seperangkat prinsip dan tatanan nilai etika tentang kehidupan bermasyarakat, terasuk bernegara.  Oleh karena itu, dalam bernegara, umat Islam harus mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai dan etika yang diajarkan secara garis besar oleh Islam.
4.      Model hubungan agama dan negara
 Hussein Mohammad” menyebutkan bahwa dalam islam ada dua model hubungan agama dan negara.
a.       Hubungan integralistik dapat diartikan sebagai hubungan totalitas dimana agama merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu.
b.      Hubungan simbiosis mutualistik bahwa antara agama dan negara terdapat hubungan yang saling membutuhkan sebab tanpa agama akan terjadi kekacauan dan amoral dalam negara.
Ibnu taimiyah (tokoh sunni salafi) berpendapat bahwa agama dan negara benar-benar berkelindahan tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa agama berada dalam bahaya sementara itu tanpa disiplin hukum wahyu pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.
Selanjutnya al-Ghazali dalam bukunya “Aliqtishad fi Ali’tiqat”  mengatakan bahwa agama dan negara adalah dua anak kembar. Agama adalah dasar dan penguasa/kekuasaan, negara adalah penjaga segala sesuatu yang tidak memiliki dasar akan hancur dan sesuatu yang tidak memeiliki penjaga akan sia-sia[10].
Mengingat kompleksitas politis dan historis negara, bangsa Indonesia sejauh menyangkut kehidupan agama dan umat beragama dan juga political and social repercussions yang bisa muncul pada masa sekarang ini dalam masa masa transisi mendatang maka jelas masih sangat sulit mencari format yang tepat dan accep table bagi banyak pihak dalam “reposisi” hubungan agama dan negara.
Akan tetapi agaknya satu hal sangat jelas bahwa akan sulit dibayangkan jika reposisi itu dimaksudkan untuk menyisihkan begitu saja peran pemerintah dalam mengatur kehidupan warga negara termasuk dalam kehidupan beragama, khususnya dalam aspek administrasi keagamaan bukan aspek teologis masing masing agama dan akan lebih sulit lagi jika reposisi itu dimaksudkan untuk memisahkan agama dan negara melalui pemisahan kedap air (Waterlight separation) dengan kata lain mengubah Indonesia menjadi negara sekuler setidaknya sebagian besar umat islam belum siap untuk menerima  perubahan itu[11].





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
·         Agama menurut etimologi berasal dari kata bahasa sanskerta dalam kitab Upadeca tentang ajaran-ajaran agama Hindu disebutkan bahwa perkataan agama berasal dari bahasa sanskerta yang tersusun dari kata “A” berarti tidak dan “gama” berarti pergi dalam bentuk harfiah yang terpadu perkataan agama berarti tidak pergi tetap ditempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus menerus dari generasi ke generasi.
·         Secara istilah, negara diterjemahkan dari kata-kata asing yaitu staat” (bahasa Belanda dan Jerman) “state” (bahasa Inggris) “etat” (bahasa Perancis) kata “staat”(state, etat) itu diambil dari kata bahasa latin yaitu “status” atau statum, yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau suatu yang memiliki sifat yang tegak dan tetap.
·         Hubungan agama dan negara.
a.       Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi.
Dalam paham teokrasi hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan segala tata kehidupan masyarakat bangsa dan negara dilakukan atas titah Tuhan dengan demikian urusan kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi  juga diyakinkan sebagai manifestasi Tuhan.
b.      Hubungan agama dan negara menurut paham sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara dalam negara sekuler tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini agama adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan dunia, sedangkan urusan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat dipersatukan meskipun memisahkan antara agama dan negara lazimnya. Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini tapi negara tidak ikut campur tangan dalam urusan agama.
c.       Hubungan agama dan negara menurut paham komunisme
Paham komunisme ini memandang hakekat hubungan agama dan negara berdasarkan filosofi dialektis dan materialisme historis paham ini menimbulkan paham Atheis (tak bertuhan) yang dipelopori Karl Marx menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya agama dalam hal ini dianggap suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
·         Tentang hubungan agama dan negara dalam Islam, menurut Munawir Sadzali (1990:235-236), ada tiga aliran yang menanggapinya9. Pertama yang mengatakan bahwa islam adalah agama yang paripurna, yang mencakup segala-galanya, termasuk masalah negara. Oleh karena itu, agama tidak dapat dipisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan agama, serta sebaliknya.
·         Hussein Mohammad” menyebutkan bahwa dalam islam ada dua model hubungan agama dan negara.
a)      Hubungan integralistik dapat diartikan sebagai hubungan totalitas dimana agama merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu.
b)      Hubungan simbiosis mutualistik bahwa antara agama dan negara terdapat hubungan yang saling membutuhkan sebab tanpa agama akan terjadi kekacauan dan amoral dalam negara.















DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2002.Reposisi Hubungan Agama dan Negara. Jakarta: Kompas Media Nusantara. 
Azra, Waqiatul.2006.Buku ajar civic education.Pamekasan : STAIN Pamekasan Press.
Daulay, Hamdan dkk.2005.Pancasila dan Kewarganegaraan.Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Rakhmat, Jalaluddin. 2004.Psikologi Agama sebuah pengantar. Bandung : PT. Mizlan Pustaka.
Rosyada, Dede. 2000.Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan masyarakat madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press.
Sukardji, K. 1993.Agama-agama yang berkembang di dunia dan pemeluknya. Bandung : Angkasa.






[1]K. Sukardji, Agama-agama yang berkembang di dunia dan pemeluknya (Bandung:Angkasa,1993)
    hlm 26
[2]Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama sebuah pengantar (Bandung: PT. MIizan Pustaka, 2004) hal. 20
[3]Waqiatul Azra, Buku ajar civic education (Pamekasan, STAIN Pamekasan Press,2006) hal 48
[4]Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara (Jakarta: Kompas Meida Nusantara,2002) 
    hal 33
[5]Dede Rosyada, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan masyarakat madani, (Jakarta:IAIN Jakarta Press, 2000) hal, 31-33
[6]Daulay, Hamdan dkk.2005.Pancasila dan Kewarganegaraan.Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, hal.50-54
[7]Ibid, hal 54-57
[8]Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara (Jakarta: Kompas Meida Nusantara,2002)   hal 1
[9]Ibid hal 1
[10]Dede Rosyada, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan masyarakat madani, (Jakarta:
   IAIN Jakarta Press, 2000),hal 124-129
[11]Ibid, hal 35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LoA (Law of Attraction)

  LoA ( Law of Attraction )   Law of Attraction adalah hukum tarik menarik. Kita menarik sesuatu yang menurut kita sesuai dengan diri k...